Rabu, 17 Februari 2021

Jangan Lakukan Ini Pada Kasus Retensi Plasenta


Client Education.

Jangan Lakukan Ini Pada Kasus Retensi Plasenta

 Peternak adalah salah satu garda terdepan dalam menyediakan pangan asal hewan untuk konsumsi msayarkat. Pangan tersenbut antara lain, daging, susu, dan telur. Semakin bertambah populasi penduduk makan kebutuan akan pangan semakin meningkat, baik pangan asal tumbuhan maupun pangan asal hewan. Peternak sapi breeding / atau pembibitan, dalam usaha peternakannya tentu memiliki permasalahan- permasalahan. Permasalahan tersebut tentu ada yang bisa diatasi skala peternak dan tentu ada pula yang membutuhkan tenaga profesional dalam hal ini adalah Dokter Hewan / Petugas Kesehatan Hewan. 

Pada kesempatan kali ini kita akan bahas retensi plasenta pada sapi dan hal yang sering terjadi di lapangan terkait perlakuan peternak pada kasus retensi pasenta ini. Retensi plasenta merupakan salah satu gangguan reproduksi setelah melahirkan yang paling sering dikeluhkan oleh peternak.  Retensi plasenta adalah gangguan komplek yang ditandai dengan kegagalan pelepasan membrane fetus pada stadium membran fetus.

Gejala yang terlihat pada kasus retensio sekundinae adalah adanya plasenta yang menggantung diluar alat kelamin (Hardjopranjoto, 1995). Menurut Toelihere ,(1985) kontraksi serviks akan terhambat jika plasenta berada didalam serviks. Sekitar 75 sampai 80% sapi dengan retensio sekundinae tidak menunjukkan gejala sakit dan sekitar 20 sampai 25% memperlihatkan gejala-gejala metritis seperti anoreksia, depresi, suhu badan tinggi, Pulsus meningkat dan berat badan turun (Toelihere, 1985).


                                       Gambar 1. Retensi Plasenta Pada Sapi Bali


Pada kasus retensi plasenta ada beberapa hal sering dilakukan oleh peternak dan ini akan berakibat fatal bagi kinerja organ reproduksi, antara lain:

1.      Memberikan beban pada plasenta yang menggantung.

Peternak biasa meberikan beban seperti kayu, batu bata daln lain sebagainya pada plasenta yang menggantung, dengan harapan agar palsenta cepat bisa terlepas.  Perlakuan ini tidak dibenarkan sama sekali dikarenakan akan berakibat fatal seperti menggangu proses fisiologi reproduksi. Menurut Manan, ( 2002 ). Secara fisiologi  selaput fetus dikeluarkan dalam waktu 3-5 jam postpartus, apabila plasenta menetap lebih lama dari 8-12 jam sehingga disebut retensio sekundinae (retensi  plasenta).

Komplikasi berikutnya adalah sebagai jalan masukknya mikroorganisme kedalam saluran reproduksi , ini bisa mengakibatkan infeksi rahim post partum / infeksi rahim setelah melahirkan, seperti endometritis klinis atau pyometra.

 

2.      Melakukan penarikan plasenta oleh peternak

Pada kasus ini peternak melakukan penarikan plasenta sendiri , hal ini sangat tidak dibenarkan. Penarikan plasenta yang dilakukan oleh orang yang tidak memiliki kompetensi dibidangnya, akan mengakibatkan kesalahan fatal dan menyebabkan infeksi pada rahim sapi dan hal ini  tentunya akan mengakibatkan menurunnya kinarja reproduksi ternak. Menurunnya kinerja reproduksi ternak diantaranya seperti, lamanya estrus  atau birahi kembali setelah sapi melahirkan.


                                             Gambar 2. Penarikan plasenta oleh peternak.

Retensi palsenta pada ternak harus mendapatkan penanganan dengan baik, pada kasus retensi plasenta , peternak dapat menempatkan ternak di kandang yang bersih dan sedapatmungkin mengurangi kontaminasi dengan feses atau kotoran di kandang, apabila plasenta atau ari-ari tidak keluar setelah 12 jam melahirkan segera menghubungi Dokter Hewan atau Petugas kesehatan hewan untuk mendapatkan penanganan terbaik.  Hanafi, (2011)  mengatakan Pada kasus tanpa komplikasi, angka kematian sangat sedikit dan tidak melebihi 1-2%. Apabila ditangani dengan baik dan cepat, maka kesuburan sapi yang bersangkutan tidak terganggu. Pada kasus retensi lainnya kerugian peternak bersifat ekonomis karena produksi susu yang menurun

Pencegahan Retensi Plasenta.

Pencegahan retensi palsenta yang dapat dilakukan skala peternak seperti, memberikan asupan nutrisi pakan ternak yang seimbang. Hijauan pakan ternak 10% dari berat badan, kosentrat 1 % dari berat badan. Peternak harus memberikan vitamin dan mineral (seperti premiks dan sebagainya)  yang dicampurkann kedalam kosentrat setiap harinya.  Menurut Erb (1985) untuk mencegah retensio sekundinae dapat dilakukan dengan mencukupi energi, protein, Se, Vitamin D dan E dalam pakan.


Daftar Pustaka 

Erb HN. 1985. Reproductive Disorders. Journal of Dairy Science.

Hanafi. 2011. An Overview on Placental Retention in Farm Animals. Depatement of Animal Reproduction and A.I. Veterinary Devision, National Research Center, Cairo.

Manan D. 2002. Ilmu Kebidanan pada Ternak. Banda Aceh. Universitas Syiah Kuala Press.

Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Surabaya. Airlangga University Press.

Toelihere MR. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Bandung. Angkasa press

         

Penulis

Drh. Khairul Rizal

Medik Veteriner

Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Siak, Riau

Tidak ada komentar:

WRD Puskeswan Kandis gelar vaksinasi rabies

         Drh. Khairul Rizal sedang melaksanakan vaksinasi rabies pada HPR. SIAK (2019). World Rabies Day (WRD) merupakan hari rab...