Senin, 01 Juni 2015

PEMERIKSAAN URIN



PEMERIKSAAN URIN



DASAR TEORI

Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih) (Speakman, 2008).
Anatomi dan Fisiologi
 Susunan sistem perkemihan terdiri dari: a) dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, b) dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), c) satu vesika urinaria tempat urin dikumpulkan, dan d)satu uretra urin dikeluarkan dari vesika urinaria (Panahi, 2010).
1.      Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang merah dengan panjang sekitar 10-13 cm, lebarnya 6 cm, berwarna merah dan berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau beratnya antara 120-150 gram dan setiap sekitar 20-25% darah yang dipompa jantung mengalir menuju ginjal (Evelyn Pearce, 2006).
 Ginjal terletak pada bagian dorsal dari rongga abdominal pada tiap sisi dari aorta dan vena kava, tepat pada posisi ventral terhadap beberapa vertebra lumbal yang pertama. Ginjal dikatakan retroperitoneal, artinya terletak di luar rongga peritoneal (Frandson, 1992).
Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah daripada ginjal kiri karena besarnya lobus hepatis kanan. Secara mikroskopis, sebuah ginjal dengan potongan memanjang memberi dua gambaran dua daerah yang cukup jelas. Daerah perifer yang beraspek gelap diebut korteks, dan selebihnya yang agak cerah disebut medulla, berbentuk piramid terbalik (Nursalam, 2005).
Secara mikroskopis, korteks yang gelap tampak diselang dengan interval tertentu oleh jaringan medulla yang berwarna agak cerah, disebut garis medulla (medullary rays). Substansi korteks di sekitar garis medulla disebut labirin korteks. Medulla tampak lebih cerah dan tampak adanya jalur-jalur yang disebabkan oleh buluh-buluh kemih yang lurus dan pembuluh darahnya (Hartono, 1992).
Menurut Alatas, dkk., (2002) menjelaskan fungsi ginjal sebagai organ ekskresi. Ginjal memilki fungsi utama dalam menjaga keseimbangan internal dengan jalan menjaga komposisi cairan ekstraselular. Untuk melaksakan hal itu sejumlah besar cairan difiltrasi di glomerulus dan kemudian direabsopsi dan disekresi di sepanjang nefron sehingga zat-zat yang berguna diserap kembali dan sisa-sisa metabolisme dikeluarkan sebagai urin,
Fungsi ginjal secara keseluruhan, yaitu;
1.      Fungsi Ekskresi
Ginjal dapat berfungsi untuk sisa metabolisme protein (ureum, kalium, fosfat, sulfur anorganik dan asam urat), regulasi volume cairan tubuh dikarenakan aktivitas anti-duaretik (ADH) yang akan mempengaruhi volume urin yang akan dikeluarkan tubuh dan ginjal yang bermanfaat dalam menjaga keseimbangan asam dan basa ( Chandrasegaran, 2013).
2.       Fungsi Endokrin
Sebagai fungsi endokrin ginjal memiliki tiga fungsi, yaitu; a) Memiliki partisipasi dalam eritropoesis yaitu sebagai penghasil zat eritropoetin yang dibutuhkan dalam pembentukan sel darah merah. b) Pengaturan tekanan darah, hal ini dikarenakan terlepasnya granula rennin dari jukstaglomerulus yang merangsang angiotensinogen di dalam darah menjadi angitensi I kemudian diubah kembali menjadi angiotensi II oleh enzim konvertase di paru. Hal ini mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan merangsang kelenjar adrenal untuk memperoduksi aldosteron.Kombinasi kedua inilah yang mengakibatkan terjadinya hipertensi. c) Ginjal bertugas menjaga keseimbangan kalsium dan fosfor dikarenakan ginal mempunyai peranan dalam metabolism vitamin D ( Chandrasegaran, 2013).
2.      Ureter
Merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil penyaringan ginjal dari pelvis renalis menuju vesica urinaria.terdapat sepasang ureter yang terletak retroperitoneal, masing-masing satu untuk setiap ginjal ( Farida, 2011).
3.      Vesica Urinaria
Merupakan tempat menampung urin yang berasal dari ginjal melalui ureter. Vesica urinaria terletak di lantai pelvis. Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri atas tiga bagian yaitu apeks, fundus dan collum ( Farida, 2011).
4.      Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang terdiri dari mukosa membrane  dengan muskulus yang berbentuk spinkter pada bagian bawah dari kandung  kemih. Uretra berfungsi untuk transport urine dari kandung kemih ke meatus  eksterna, uretra merupakan sebuah saluran yang berjalan dari leher kandung kemih hingga lubang air (Pearce,1999).
Proses pembentukan urin  
Menurut  Rodrigues (2008),  proses pembentukan urin adalah
a.       Proses filtrasi, di glomerulus.
Terjadi penyerapan darah yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal. Cairan yang disaring disebut filtrat glomerulus.

b.       Proses reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida fosfat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus proximal. Sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.
c.        Proses sekresi
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar
Macam Pemeriksaan Urin
Pemeriksaan urin rutin meliputi : jumlah urin, makroskopis yaitu warna, kejernihan, berat jenis, kimiawi yaitu protein, glukosa dan mikroskopis yaitu pemeriksaan sedimen. Pemeriksaan urin khusus : bilirubin, urobilin, urobilinogen, benda keton, darah samar , klorida, kalsium (Gandasoebrata, 2007).
TUJUAN
Tujuan adari praktikum pemeriksaan urin adalah untuk mengetahui  abnomalitas pada sistem urinaria.
ALAT
            Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah cateter, tabung reaksi, refraktometer, objek glass, cover glass, sentrifus, mikroskop
BAHAN
            Bahan yang digunakan adalah kucing sebagai hewan coba, urin, kertas lakmus, kertas strip dan indikatornya


PROSEDUR KERJA

Pemeriksaan Fisik
             Pada pemeriksaan fisik makan urine kucing diamti secara makroskopis yaitu:
a.       Warna
b.      Berat jenis
c.       Bau urine 

Pemeriksaan Kimia
Pemeriksaan kimia dapat dilakukan kertas strip, lalu amati :  
a.       Pemeriksaan pH
b.      Pemeriksaan Glukosa
c.       Pemeriksaan protein

Pemeriksaan Sedimen
Urine disentrifus lalau dibuang cairan diatsnya dan amati  dibawah mikroskop


HASIL
Praktikum kali ini kami menggunakan seekor kucing
Nomor                         : 03
Tanggal                       : 22 April 2015
Nama Pasien               : Kuskus
Alamat                        : Darussalam
Nama Pemilik              : M. Geraldy Zarry
Jenis hewan                 : Kucing lokal 

Sinyalemen :
Nama hewan               : Kuskus
Jenis kelamin               : Betina 
Warna bulu                  : Hitam Putih
Berat Badan                : 2,5 kg
Ras                              : Felis domestik

Pemeriksaan Fisik
a)      Warna                          :  Kuning Muda
b)      Berat jenis                   :  1.018
c)      Bau urine                     :  bau khas urin

Pemeriksaan Kimia
a)      Pemeriksaan pH           :  Asam
b)      Pemeriksaan Glukosa   : < 100(5) ± mg/dl (mmol/L)
c)      Pemeriksaan protein     : 15 (015) ± mg/dl (gr/L)
Description: G:\ipdhk\11348812_897602116968560_964555441_n.jpgDescription: G:\ipdhk\11221091_832769016802278_458262722_o.jpg
Gambar. Pemeriksaan pH urin dengan kertas Lakmus
Description: G:\ipdhk\11335906_897602083635230_1769860369_n.jpg
Gambar. Mengukur kadar Protein, pH , Glukosa
Pemeriksaan Sedimen
Pada pemeriksaan specimen urine ditemukan sel epitel squamosa
Description: G:\urin.jpg
Gambar.  Sel epitel


PEMBAHASAN

Pemeriksaan Fisik
Urine normal berwarna antara kuning muda sampai kuning tua warna itu disebabkan oleh karena adanya urobilin lurocrom.  Berat jenis urine mercerminkan jumlah zat padat yang terlarut dalam urin. BJ normal urin kucing adalah 1.020-1.030.  pH normal pada urine kira-kira  asam yaitu 5.9-6.4 ( Sadjana dan Kusmawati, 2006 ). Warna urine yang normal kuning-kuningan dan ada juga urine yang jernih itu disebabkan karena obat itu warnanya kuning ke orange.  Urine normal baunya memusingkan atau bau khas hewan itu sendiri.

Pemeriksaan Kimia
Proses-proses yang mencakup ekskresi dan reabsorbsi yang dilakukan oleh sistem perkemihan akan mempengaruhi pH urin. Pada hewan normal, pH urin bervariasi tergantung pada makanannya. Apabila asupan protein tinggi, maka urin menjadi lebih bersifat asam, sedangkan apabila asupan makanan banyak mengandung serat yang tinggi, maka urin menjadi lebih bersifat alkalis atau netral (Meyer dan Harvey, 1998).
Infeksi sistem perkemihan oleh beberapa mikroorganisme juga dapat membuat suasana menjadi asam. Obstruksi pada saluran urin atau cystitis dapat menimbulkan retensi urin, khususnya dalam vesika urinaria, yang menyebabkan suasana urin menjadi lebih alkalis. Dengan demikian, suasana asam dan basa urin dapat dipakai sebagai tolak ukur pertama kesehatan system saluran perkemihan dan atau pada sistem digesti serta sistem sirkulasi.
Selain pH, kandungan albumin dan bilirubin dapat diindikasikan adanya gangguan pada system perkemihan berdasarkan analisis urin. Adanya albumin dalam urin merupakan indikator pertama yang paling sensitif untuk mengetahui adanya gangguan pada glomerulus, sebelum timbul albuminemia. Sedangkan adanya bilirubin dalam urin dapat sebagai petunjuk adanya penyakit pada sistem perkemihan sendiri atau yang berkaitan dengan sistem lain.
Kadar potein tinggi didalam urin disebut hiperproteinuria, dan kadar protein rendah didalam urine disebut hipoproteinuria. Pemeriksaan glukosa urin merupakan pengukuran kadar glukosa dalam urin. Pemeriksaan ini sebenarnya tidak dapat digunakan untuk menggambarkan kadar glukosa dalam darah. Kadar glukosa normal pada kucing adalah < 100 mg/dl.

Pemeriksaan Sedimen
Pada pemeriksaan sedimen urine ditemukan sel epitel. Unsur-unsur sedimen dibagi atas 2 golongan : organik, yaitu yang berasal dari suatu organ atau jaringan dan non organik, tidak berasal dari suatu jaringan. Biasanya unsur organik lebih bermakna daripada yang non organik.
a.       Unsur – unsur organic
1)      Sel epitel, adalah sel berinti satu yang ukurannya lebih besar dari lekosit. Sel epitel gepeng (skuameus) berasal dari uretra bagian distal. Sel - sel epitel yang berasal dari kandung kemih sering mempunyai tonjolan dan diberi nama sel transisional. Sel - sel yang berasal dari pelvis ginjal dan tubulus ginjal lebih bulat dan lebih kecil dari sel epitel skuameus dan tidak mempunyai arti jika jumlahnya sangat kecil. Jumlah sel epitel bulat bertambah banyak pada glomerulonephritis. Bertambahnya sel epitel menunjukkan kepada iritasi atau radang suatu permukaan selaput lendir dalam traktus urogentalis (Gandasoebrata, 2007)
2)      Lekosit, sel yang seperti benda bulat yang berbutir halus . Adanya banyak lekosit dalam sedimen urin menunjukkan radang purulent di suatu bagian traktus urogenitalis (misalnya pielonefritis, sistitis, urethritis).
3)      Eritrosit, adalah sel yang sering terlihat sebagian benda bulat yang mempunyai warna kehijau-hijauan.
4)       Silinder
a.       Silinder hialin : silinder yang ujungnya membulat dan menunjukkan kepada kepada iritasi atau kelainan yang ringan.
b.      Silinder berbutir : halus menunjukkan arti sama seperti hialin sedangkan berbutir kasar mengarah kepada kelainan yang lebih serius.
c.       Silinder lilin : lebih lebar dari silinder hialin dan mempunyai kilauan seperti permukaan lilin. Didapat pada keadaan nephritis lanjut dan pada amyloidosis.
d.      Silinder eritrosit : permukaan silinder terlihat eritrositerotrosit.
e.       Silinder lekosit : permukaan silinder dilapisi oleh lekosit.
f.       Silinder lemak : silinder yang mengandung butir-butir lemak
g.       Oval fat bodies, adalah sel epitel yang mengalami degenerasi lemak, berbentuk bulat.
h.      Benang lendir, didapat pada iritasi permukaan selaput lendir traktus urogenitalis bagian distal. Silindroid, hampir serupa dengan silinder hialin tetapi salah satu ujung menyempit menjadi halus seperti benang
Unsur - unsur non organik meliputi bahan amorf dan Kristal- kristal
Macam Kristal
1.      Kristal kalsium oksalat, adalah yang paling banyak menyebabkan batu saluran kemih (70-75%), batu terdiri dari kalsium oksalat, terjadi karena proses multifaktor, congenital dan gangguan metabolik sering sebagai faktor penyebab.
2.      Kristal asam urat, dibentuk hanya oleh asam urat. Diet dengan tinggi protein serta minuman beralkohol meningkatkan ekskresi asam urat sehingga pH air kemih menjadi rendah.
3.      Kristal kalsium fosfat, terjadi pada suasana air kemih yang alkali atau terinfeksi. Terjadi bersama dengan Ca Oxalat atau struvit.
4.      Kristal struvit (magnesium-amonium fosfat), disebabkan karena infeksi saluran kemih oleh bakteri yang memproduksi urease (Proteus, Provindentia,    Klebsiella dan Psedomonas).
5.      Kristal sistin, disebabkan karena gangguan ginjal.
Gangguan system urinaria pada kucing yang sering terjadi adalah urolithiasis. Urolithiasis adalah panyakit pada sistem  urinaria karena adanya pembentukan dan  akumulasi kristal yang menghambat proses  urinasi (Lulich dan Osborne, 2007). Hal ini berkaitan  dengan diet tinggi protein dan adanya  perubahan pola gaya hidup ke modern.  Kristal kalsium oksalat (CaOx) adalah tipe  kristal yang paling sering terjadi pada kucing dengan angka prevalensi 90%  (Sparkes dan Philippe, 2008). Proses pembentukan kristal berasal dari  beberapa proses fisiokimia seperti  peningkatan eksresi kalsium dan oksalat  dalam urin, supersaturasi urin, kristalisasi,  agregasi kristal, pertumbuhan kristal,  penempelan kristal ke saluran ureter, retensi ureter, dan agglomerasi ureter (Yadav, dkk., 2011).

KESIMPULAN
Sistem urinaria merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin. Pemeriksaan urine bertujuan untuk mengetahui kelainan pada  system urinaria. Pemeriksaan urine meliputi pemeriksaan fisik, kimia dan sedimemen. Pada pemerisksaan urine pada kucing diketahui dalam keadaan normal.



DAFTAR PUSTAKA
Alatas H, Rusdidjas, Ramayati R. 2002.  Infeksi saluran kemih.Buku Ajar  Nefrologi Anak. Jakarta : .Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Chandrasegaran,K.2013. Gambaran Nilai International Prostate Symptom Score  
Pada Pasien Benign Prostate Hyperplasia  Di Poliklinik Urologi Rsup Haji Adam Malik 
Medan. Medan : USU
Farida,L. 2011. Anatomi dan Fisiologi Ginjal. Semarang : UMS
Frandson, R.D., 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press
Gandasoebrata. 2007. Penuntun Labiratorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat
Harjana, Tri. 2010.  Modul Praktikum Struktur Dan Fisiologi Hewan. Yogyakarta:
UNY
Hartono. 1992. Histologi Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan . Bogor  : Institut Pertanian  Bogor.
Meyer, D.J. and J.W. Harvey. 1998. Vete rinary Laboratory Medicin Interpretation and Diagnosis. Philadelphia :  W.B.Saunders

Nursalam, dkk. 2005. Asuhan keperawatan bayi dan anak (untuk perawat dan bidan). Jakarta: Salemba Medika
Panahi A., Bidaki R., Rezahosseini O. 2010. Validity and Realibility of Persian  Version of IPSS. Iran: Galen Medical
Pearce, Evelyn C.2006. Anatomi dan Fisiologis Untuk Para Medis. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Rodrigues P., Hering F. P., Campagnari J. C. 2008. Impact of Urodynamic  Learning on the Management of Benign Prostate Hyperplasia Issue.  Canada : Canadian Medical
Sardjana,I.K.W dan Kusumawati,D. 2006. Perbandingan Pemberian Cat Food dan Pindang terhadap pH Urin, Albuminuria dan Bilirubinuria Kucing. Surabaya: Unair

Speakman M. J. 2008. Lower Urinary Tract Symptom Suggestive of Benign  Prostate Hyperplasia (LUTS/BPH) . European : Dept. Urology

Senin, 18 Mei 2015

Torsio Uteri

Torsio Uteri

           Torsio uteri adalah perputaran uterus yang sedang bunting pada poros memanjangnya,sering di temukan pada hewan ternak seperti sapi, khususnya sapi perah,domba, kambing, dapat juga terjadi pada anjing dan kucing. Jarang terjadi pada kuda dan babi. Kasus torsio uteri pada saat menjelang kelahiran, mencapai 90% dan biasanya diikuti oleh kesukaran melahiran (distokia). Torsio uteri yang terjadi sebelum bulan ke tujuh masa kebuntingan pada sapi jarang terjadi (Toelihere, 1985). Menurut Robert(1971) Menurut Robert (1971), kasus torsio uteri dapat mencapai 7,3 % dari kasus penyakit reproduksi yang dijumpai.Torsio uteri banyak terjadi pada hewan unipara yang selalu berada dalam kandang , tetapi jarang terjadi pada hewan polipara.Kasus an polipara.Torsio uteri pada kebanyakan induk hewan , terjadi pada saat menjelang kelahiran .Kasus torsio uteri pada saat menjelang kelahiran mencapai 90% , dan biaanya diikuti dengan distokia(Soehartojo,1995). 
   
          Menurut derajatnya, torsio uteri dapat dibagi menjadi dua macam yaitu torsio uteri sempurna, bila perputaran uterus yang bunting pada sumbu memanjang lebih dari 1800, dan torsio uteri yang tidak sempurna bila perputarannya kurang dari 1800. Torsio uteri yang sempurna jarang terjadi. Pada torsio uteri yang perputaran uterusnya mengandung lebih besar dari 1800, jalan kelahiran pada waktu kalahiran menjadi tertutup rapat, sehingga servik dan feotus tidak dapat diraba melalui pearabaan vaginal. Torsio uteri yang sempurna derajat perputaran lebih dari 1800, dapat mengakibatkan kematian feotus dan diikuti oleh proses mumifikasi, karena pada kematian feotus ini tidak disertai infeksi bakteri , pendarahan atau masuknya udara ke dalam rongga uterus. 

           Laporan dari Robert (1971) menyatakan bahwa torsio uteri ke kanan terjadi bila kebuntingan pada cornua uteri kanan dan arah ke kiri bila cornua uteri kiri yang mengalami kebuntingan. Pada sapi yang bunting, rumen berada disebelah kiri dari perut, cenderung mengalami torsio uteri ke arah kiri. Oleh karena itu torsio uteri ke kanan paling banyak dijumpai dibandingkan torsio kea rah kiri(Soehartojo,1995). Causa Torsio Uteri Curvature minor uteri pada kebuntingan tua ditunjang oleh ligamentum lata. Sedangkan curvature mayor,yaitu legokan bagian bawah uterus, bertumpu pada lantai abdomen dan ditopang oleh rumen, viscera dan dinding abdomen. Ujung ovarial cornua uterus bunting merupakan suatu basis yang relatif kecil dan sempit dan berfungsi sebagai tempat uterus bertumpu. Tumpuan ini tidak stabil karena tidak didukung oleh cornua yang satu lagi yang tidak ikut menbesar. Struktur anatomi ini, ditambah dengan gerakan pada waktu sapi berbaring yaitu dengan menumpukan ke dua kaki depan terlebih dahulu dan mengangkat kaki belakangnya terlebih dahulu pada waktu bangkit berdiri sehingga setiap kali hewan itu berbaring atau berdiri uterus bunting menggantung bebas di dalam rongga perut, apabila hewan tiba-tiba terjatuh pada waktu berbaring atau berdiri dapat menyebabkan torsio (Toelihere, 1985). 

           Simptom torsio uteri Pada kasus torsio uteri dengan derajat ringan, biasa tidak member gejala yang jelas. Sering dijumpai pada waktu pemeriksaan rectal dan biasanya dapat kembali pada posisi normal dengan sendirinya. Pada derajat yang berat mungkin terjadi selama beberapa hari atau minggu tanpa gejala klinis yang jelas sampai melahirkan dengan gejala distokia. Gejala torsio uteri pada waktu partus dapat menyebebkan distokia sering tidak diketahui oleh si perternak dan disangka bahwa hewan masih dalam tahap pertama proses kelahiran. Sapi tidak tenang, memperlihatkan gejala kolik dengan menendang perut dan mengibaskan ekornya.ruminansi menurun,konstipasi disebabkan kontraksi rumen menjadi pelan dan lemah,denyut nadi menjadi cepat, pernafasan menjadi lebih cepat,badan menjadi lemah, depresi, suhu tubuh menurun sehingga kaki-kakinya terasa dingin (Jones, 1980) Diagnosa Dianogsa yang tepat terhadap torsio uteri dapat dilakukan dengan pemeriksaan vaginal atau rectal. Pada torsio ke kanan ligamentum lata akan tertarik ke bawah corpus uteri atau vagina dan ligamentum lata ke kiri tertarik ke servix, corpus uteri dan vagina kearah kanan. Arteria uterine media tertarik tegang. 

            Derajat ketegangan arteri uterina media dan ligamentum lata menandakan derajat keparahan torsio. Feotus sering sulit diraba, tetapi posisi feotus di dalam uteruspada kebuntingan tua dapat membantu mendiagnosa derajat torsio. Pemeriksaan vaginal menunjukkan adanya perputaran dinding vagina dan stenosa vaginal. Arah perputaran tersebut sesuai dengan arah torsio. Apabila torsio melebihi 1800 sampai 2400 sulit memasukkan tangan melalui saluran kelamin yang terputus.bagian yang terputus biasanya meliputi vagina bagian depan, cervix, dan kadang-kadang corpus uteri (Hardjopranjoto, 1985). Prognosa Biasanya sangat tergantung pada derajat torsionya, berat tidaknya gejala yang terlihat, dan lamanya torsio uteri telah terjadi. Bila torsio uteri ringan cepat didiagnosa dan diadakan pertolongan, prognosa dengan baik. Torsio uteri berat bila tidak dilakukan pertolongan cepat maka prognosanya akan jelek, karena pemilik tidak member perhatian. Apabila torsio uteri ini sudah diikuti oleh kematian feotus dan terjadi emfesima atau telah terjadi persobekan dinding uterus disertai oleh peritonitis, prognosanya sangat jelek sekali (Hafez, 1990). 

         Penanganan Penanganan distokia karena torsio uteri meliputi beberapa cara yaitu: a. Cara memutar (menggulingkan) badan induk penderita secara cepat yang arah torsionya berlawanan b. Laparotomi diikuti pemutaran uterus beserta fetusnya berlawanan arah torsio c. Seksio sesaria, dilakukan bila torsio uterinya terjadi menjelang melahirkan .cara ini dilakukan untuk pertolongan torsio uteri disertai dengan kematian fetus, mumifikasi fetus. d. Pemutaran fetus dengan uterusnya melalui jalan kelahiran (taksis vaginalis).

Penulis
Drh. KHAIRUL RIZAL


 Daftar Pustaka 

Hafez, E.S.E. 1990. Reproduction In Fram Animal 4th ed. Lea And  Febiger Philadelhia.

Jones, D.L. 1980. Fundanientals Of Obsetrics And Gynaecology. 3rd Ed. The English Langueage Book Scoiety And Faber Limited. 

Mozes, R.T. 1985. Ilmu Kebidanan Pada TernakSapi Dan Kerbau. Penerbut Universitas Indonesia, Jakarta. 

Roberts, S.J. 1971. Veteninary obstetrics And Genital disease, Ed. Wards Brother Inc. Ann Arbor, Michigan P.68-111. 

Soehartojo, H. 1985. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Penerbit Airlangga universitas, Press. Bandung.

Rabu, 06 Mei 2015

Ascaris lumbricoides

Ascaris lumbricoides


Taksonomi

Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
Ascaris Lumbricoides
Nama binomial Ascaris lumbricoides
Linnaeus, 1758
Description: Cacing dewasa betina.
                                                                        Gambar 6. Ascaris lumbricoides

Morfologi                                                                                  

Ascaris adalah jenis cacing giling yang besar. Bibirnya mempunyai peninggian bergigi, tetapi tidak ada interlabia atau sayap servikal. Ekor cacing jantan berbentuk kerucut, tanpa sayap kaudal tetapi terdapat sejumlah papila.(Anonimous.2010)

Genus Ascaris ini merupakan ini merupakan cacing raksasa dinbanding dengan kebanyakan nematoda.Bibirnya mempunyai peninggian bergerigi , tetapi tidak ada interlabia atau sayap cervikal.Tidak terdapat ventrikulus di ujung posterior esofagus. Ekor cacing jantan berbentuk kerucut, tanpa sayaap kaudal tetapi terdapat sejumlah papila . Spikulum sama besar dan tidak bersayap, serta tidak terdpat gubernkulum.Vulva terletak di anteerior pertengahan tubuh , vagina mengarah ke belakang, dan terdapat 2 uterus. Telur mempunyai kulit tebal. (Levine.1994)

Cacing jantan memiliki panjang sekitar 10-31 cm dan berdiameter 2-4 mm, sedangkan betina memiliki panjang 20-35 cm dan berdiameter 3-6 mm. Pada cacing jantan ditemukan spikula atau bagian seperti untaian rambut di ujung ekornya (posterior). Pada cacing betina, pada sepertiga depan terdapat bagian yang disebut cincin atau gelang kopulasi. Cacing betina memiliki tubulus dan duktus sepanjang kurang lebih 12 cm dan kapasitas sampai 27 juta telur. (Gandahusada,dkk.2006)

Cacing dewasa hidup pada usus halus manusia. Seekor cacing betina dapat bertelur hingga sekitar 200.000 telur per harinya. Telur yang telah dibuahi berukuran 50-70 x 40-50 mikron. Sedangkan telur yang tak dibuahi, bentuknya lebih besar sekitar 90 x 40 mikron. Telur yang telah dibuahi inilah yang dapat menginfeksi manusia. Telur cacing A. lumbricoides dilapisi lapisan album Siklus hidup(Gandahusada,dkk.2006)

 

Siklus hidup

 

Description: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/e/ea/Ascariasis_LifeCycle_-_CDC_Division_of_Parasitic_Diseases.gif
Gambar 7.  Siklus hidup Ascaris lumbricoides
Siklus hidup A. lumbricoides dimulai dari keluarnya telur bersama dengan feses, yang kemudian mencemari tanah. Telur ini akan menjadi bentuk infektif dengan lingkungan yang mendukung, seperti kelembaban yang tinggi dan suhu yang hangat.[2] Telur bentuk infektif ini akan menginfeksi manusia jika tanpa sengaja tertelan manusia. (Padmasutra,dkk 2007)
Telur akan masuk ke saluran pencernaan dan telur akan menjadi larva pada usus. Larva akan menembus usus dan masuk ke pembuluh darah. Ia akan beredar mengikuti sistem peredaran darah, dimulai dari pembuluh darah vena, vena portal, vena cava inferior dan akan masuk ke jantung dan ke pembuluh darah di paru-paru. (Padmasutra,dkk 2007)
Pada paru-paru akan terjadi siklus paru dimana cacing akan merusak alveolus, masuk ke bronkiolus, bronkus, trakea, kemudian di laring dan memicu batuk. Dengan terjadinya batuk larva akan tertelan kembali masuk ke saluran cerna. Setibanya di usus, larva akan menjadi cacing dewasa. (Padmasutra,dkk 2007)
Cacing akan menetap di usus dan kemudian berkopulasi dan bertelur. Telur ini pada akhirnya akan keluar kembali bersama tinja. Siklus pun akan terulang kembali bila penderita baru ini membuang tinjanya tidak pada tempatnya. (Padmasutra,dkk 2007).


WRD Puskeswan Kandis gelar vaksinasi rabies

         Drh. Khairul Rizal sedang melaksanakan vaksinasi rabies pada HPR. SIAK (2019). World Rabies Day (WRD) merupakan hari rab...