Senin, 22 Maret 2021

Pengawasan Kesmavet Dalam Rantai Penyediaan Susu

 

Pengawasan Kesmavet Dalam

Rantai Penyediaan Susu

 

Susu adalah cairan bergizi berwarna putih yang dihasilkan oleh kelenjar susu mamalia. Susu adalah sumber gizi utama bagi bayi sebelum mereka dapat mencerna makanan padat. Susu binatang (biasanya sapi) juga diolah menjadi berbagai produk seperti mentega,yogurtes krimkejususu kental manissusu bubuk dan lain-lainnya untuk konsumsi manusia (Wikipedia, 2014).

Air susu merupakan bahan makanan yang istimewa bagi manusia karena kelezatan dan komposisinya yang ideal selain air susu mengandung semua zat yang dibutuhkan oleh tubuh, semua zat makanan yang terkandung didalam air susu dapat diserap oleh darah dan dimanfaatkan oleh tubuh. Didalam kehidupan sehari-hari, tidak semua orang meminum air susu yang belum diolah. Hal ini disebabkan karena tidak terbiasa mencium aroma susu segar (mentah), atau sama sekali tidak suka air susu dan sebagian lagi karena menganggap harga air susu mahal dibandingkan kebutuhan sehari-hari lainnya. Dengan adanya teknologi pengolahan/pengawetan bahan makanan, maka hal tersebut dapat diatasi, sehingga air susu beraroma enak dan disukai orang (Purwandini, 2012).


https://mymilk.com/milkeveryday/fun-fact/kelebihan-susu-sapi-holstein-dengan-susu-sapi-jersey

Dalam SK Dirjen Peternakan No. 17 Tahun 1983, dijelaskan definisi susu adalah susu sapi yang meliputi susu segar, susu murni, susu pasteurisasi, dan susu sterilisasi. Susu segar adalah susu murni yang tidak mengalami proses pemanasan. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat. Susu murni diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, tanpa mengurangi atau menambah sesuatu komponen atau bahan lain. Manusia mengonsumsi susu sapi dimulai sejak ribuan tahun sebelum masehi, ketika manusia mulai mendomestikasi ternak penghasil susu untuk dikonsumsi hasilnya. Daerah yang memiliki peradaban tinggi seperti Mesopotamia, Mesir, India, dan Yunani diduga sebagai daerah asal manusia pertama kali memelihara sapi perah. Hal tersebut ditunjukkan dari berbagai bukti berupa sisa-sisa pahatan gambar sapi dan adanya kepercayaan masyarakat setempat yang menganggap sapi sebagai ternak suci. Pada saat itu pula susu telah diolah menjadi berbagai produk seperti mentega dan keju (Purwandini, 2012).

Dewasa ini, susu memiliki banyak fungsi dan manfaat. Untuk umur produktif, susu membantu pertumbuhan mereka. Sementara itu, untuk orang lanjut usia, susu membantu menopang tulang agar tidak keropos. Susu secara alami mengandung nutrisi penting, seperti bermacam-macam vitaminproteinkalsiummagnesiumfosfor,dan zinc, pendapat lain menambahkan bahwa susu mengandung mineral dan lemak. Oleh karena itu, setiap orang dianjurkan minum susu. Sekarang banyak susu yang dikemas dalam bentuk yang unik. Tujuan dari ini agar orang tertarik untuk membeli dan minum susu. Ada juga susu yang berbentuk fermentasi (Wikipedia, 2014).

Pemasok susu terbesar di Indonesia berasal dari pulau Jawa, dari 95 koperasi susu di pulau Jawa, 45 berada di Jawa Timur, 25 di Jawa Tengah dan 25 di Jawa Barat dengan produksi 1-1,2 juta liter/hari. Jumlah ini akan bertambah seiring dengan kenaikan harga susu, karena adanya kesadaran para peternak dan pengusaha untuk meningkatkan jumlah sapi perah sebagai lahan bisnis yang menguntungkan. Sedangkan Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Sulawesi Selatan, Riau, Lampung, Kalimantan Selatan, Bali, dan Gorontalo merupakan beberapa daerah selain Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur yang dijadikan daerah pengembangan sentra produksi susu. “Bahkan ada beberapa daerah seperti Kerinci bekerjasama dengan Kanada dalam hal pengadaan sapi perah,” Kerinci bersedia membuka lahan sekitar 5000 hektar untuk penanaman tanaman kentang, dengan kompensasi 2 ekor sapi perah untuk setiap hektar lahan yang ditanami. Dalam hal ini, otonomi daerah diharapkan memberikan pengaruh yang baik bagi peternak dalam mengambil keputusan yang tepat bagi usaha ternaknya (Dirjen Peternakan, 2009). Pengembangan sentra produksi baru di luar Jawa, diharapkan dapat meningkatkan populasi sapi perah di Indonesia. Pelaksanaan program yang telah ditetapkan pemerintah secara konsisten, diperkirakan dapat meningkatkan produksi susu domestik hingga 40% ditahun 2010, sedangkan untuk mencukupi kebutuhan susu nasional hingga 100% diperlukan populasi sapi sekitar 4 kali dari populasi yang ada sekarang (377.772 ekor), yaitu sekitar 2 juta ekor sapi. Pengembangan sapi yang direncanakan tersebut juga dirancang untuk dapat meningkatkan konsumsi susu 50 ml/hari/kapita atau sekitar 25% dari konsumsi ideal 200 ml/hari/kapita mulai Tahun 2008 (Dirjen Peternakan, 2009).

Pada tahun 2010 populasi penduduk akan mencapai 240 juta (Pertumbuhan 1,49% /tahun), 91,2 juta diantaranya adalah generasi muda usia wajib sekolah (<19tahun), memerlukan susu idealnya 4,6 juta ton/tahun (konsumsi 1 gelas/hari). Sementara harga susu di tingkat peternak pada saat ini telah mengalami peningkatkan dari harga Rp.1.450,-/l menjadi Rp.1.600/l –Rp.1.900,-/l, bahkan di tingkat koperasi sudah mencapai harga Rp.2.700/l, rata-rata Rp. 2.300,-/l. Perbedaan harga ini tergantung dari kualitas susu yang dilihat dari kandungan TS (Total Solid) dan TPC ( Total Plate Count) / kandungan bakteri di dalam susu segar. Sebagai contoh, saat ini di Jateng TS tertinggi yang telah dicapai peternak kabupaten Semarang adalah 13,28 dan TPC antara 1,02 jt /ml sampai 5 juta /ml susu. Menurut Dinas Peternakan Jateng, harga susu segar di Jawa Tengah lebih rendah jika dibandingkan dengan harga susu segar di Jawa Timur dan Jawa Barat, (Jawa Timur dan Jawa Barat harga susu segar rata-rata Rp.2.500,- Rp.3.500,- ). Salah satu penyebab rendahnya harga susu di Jawa Tengah adalah kualitas susu yang masih rendah dan belum adanya IPS (Industri Pengolah Susu) sendiri, sehingga untuk menuju ke IPS yang terletak di Jawa Barat/ Jawa Timur membutuhkan ongkos transportasi yang cukup mahal. Untuk meningkatkan mutu dan keamanan susu segar dapat diupayakan melalui penerapan teknologi pascapanen dan penetapan CCP (Critical Control Point) pada tahap pemerahan, penanganan, pengolahan, pengemasan, penyimpanan dingin dan transportasi. Penerapan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) pada keseluruhan tahap proses produksi merupakan usaha perbaikan manajemen penanganan susu segar, bertujuan untuk meningkatkan kualitas produk pertanian dan menjamin keamanan pangan (SNI, 2002).

A.    Syarat Susu yang Baik

Saat masih berada di dalam kelenjar susu, susu dinyatakan steril. Namun, apabila sudah terkena udara, susu sudah tidak bisa dijamin kesterilannya. Adapun syarat susu yang baik meliputi banyak faktor, seperti warna, rasa, bau, berat jenis, kekentalan, titik beku, titik didih, dan tingkat keasaman. Warna susu bergantung pada beberapa faktor seperti jenis ternak dan pakannya. Warna susu normal biasanya berkisar dari putih kebiruan hingga kuning keemasan. Warna putihnya merupakan hasil dispersi cahaya dari butiran-butiran lemak, protein, dan mineral yang ada di dalam susu. Lemak dan beta karoten yang larut menciptakan warna kuning, sedangkan apabila kandungan lemak dalam susu diambil, warna biru akan muncul (Wikipedia, 2014).

Susu terasa sedikit manis dan asin (gurih) yang disebabkan adanya kandungan gula laktosa dan garam mineral di dalam susu. Rasa susu sendiri mudah sekali berubah bila terkena benda-benda tertentu, misalnya makanan ternak penghasil susu, kerja enzim dalam tubuh ternak, bahkan wadah tempat menampung susu yang dihasilkan nantinya. Bau susu umumnya sedap, namun juga sangat mudah berubah bila terkena faktor di atas. Berat jenis air susu adalah 1,028 kg/L. Penetapan berat jenis susu harus dilakukan 3 jam setelah susu diperah, sebab berat jenis ini dapat berubah, dipengaruhi oleh perubahan kondisi lemak susu ataupun karena gas di dalam susu. Viskositas susu biasanya berkisar antara 1,5 sampai 2 cP, yang dipengaruhi oleh bahan padat susu, lemak, serta temperatur susu (Wikipedia, 2014).

Titik beku susu di Indonesia adalah -0,520 °C, sedangkan titik didihnya adalah 100,16 °C. Titik didih dan titik beku ini akan mengalami perubahan apabila dilakukan pemalsuan susu dengan penambahan air yang terlalu banyak karena titik didih dan titik beku air yang berbeda. Susu segar mempunyai sifat amfoter, artinya dapat berada di antara sifat asam dan sifat basa. Secara alami pH susu segar berkisar 6,5–6,7. Bila pH susu lebih rendah dari 6,5, berarti terdapat kolostrum ataupun aktivitas bakteri (Wikipedia, 2014)

 

B.     Kondisi, Masalah dan Arah Pengembangan Mutu dan Keamanan Susu Segar

 

1.      Kondisi dan Masalah Susu Segar

 

Tujuan peningkatan mutu susu adalah mempertahankan kesegaran dan keutuhan, serta mengurangi kerusakan susu melalui perlakuan dan teknologi yang bertitik tolak pada penyebab kerusakan. Indikator yang digunakan adalah standar mutu pada proses produksi, pelayanan hasil produksi dan jasa pada tingkat biaya yang efektif dan optimum (Agriculture Canada, 1993). Menurut Buckle et al. (1987), kerusakan susu akibat aktivitas mikroorganisme antara lain: (1) pengasaman dan penggumpalan karena fermentasi laktosa menjadi asam laktat yang menyebabkan turunnya pH dan terjadinya penggumpalan kasein; (2) berlendir seperti tali karena terjadinya pengentalan dan pembentukan lendir akibat pengeluaran bahan seperti kapsul dan bergetah oleh beberapa jenis bakteri; dan (3) penggumpalan susu yang timbul tanpa penurunan pH disebabkan oleh Bacillus cereus yang menghasilkan enzim yang mencerna lapisan tipis fosfolipid di sekitar butir-butir itu menyatu membentuk suatu gumpalan yang timbul ke permukaan susu (Handerson, 1981).

Susu mengandung bermacam-macam unsur dan zat makanan yang juga diperlukan bagi pertumbuhan bakteri. Susu dalam ambing ternak yang sehat tak bebas hama dan mungkin mengandung sampai 500 sel/ml. Jika ambing tersebut sakit maka jumlahnya dapat meningkat lebih besar dari 20.000 sel/ml. Selain mikroorganisme yang biasanya ada dalam susu dan ambing ada juga pencemaran yang ada dalam wadah saat pemerahan. Jenis-jenis micrococcus dan Corybacterium sering terdapat dalam susu yang baru diperah. Pencemaran juga timbul dari sapi, alat pemerahan yang kurang bersih dan tempat-tempat penyimpanan (Sri Usmiati dan Abubakar, 2007). Setelah susu diperah, kandungan mikro organisme pada susu merupakan fungsi dari umur susu yang menentukan tingkat perkembangan flora alam, penanganan susu yang menentukan jenis mikroorganisme yang terbawa dan suhu penyimpanan yang menentukan kecepatan perkembangbiakan semua jenis mikroorganisme.

Sebagian besar susu dihasilkan dari peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan beberapa ekor sampai belasan ekor, dengan modal yang rendah mengakibatkan kandang, peralatan pemerahan, ketersediaan air sangat terbatas mengakibatkan rendahnya mutu susu yang dihasilkan terutama TPC tinggi sehingga test alkohol positif (Abubakar, 2009). Hal ini yang memicu susu dibuang karena penolakan susu oleh IPS. Konsumsi susu segar paling besar adalah IPS, sehingga persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh IPS harus yang di sepakati antara peternak melalui koperasi dan IPS. Adanya sikap ”dengan cara sederhana dan seadanya seperti yang dilakukan setiap hari saja susu yang dihasilkan dibeli oleh koperasi (laku dijual)”, anggapan salah tersebut perlu diubah, diperbaiki dan disadarkan kembali mengenai makna keamanan pangan yang akan berimbas terhadap peningkatan pendapatan peternak (bonus harga atas mutu dan keamanan susu yang baik).

 

1.             Arah Pengembangan Keamanan pangan dan Standar Mutu Susu

Dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan selain memperhatikan kuantitas, kualitas susu perlu mendapat perhatian termasuk faktor keamanan produk yang bersangkutan, antara lain bebas dari cemaran kimia, fisik dan mikrobiologis. Keamanan pangan susu adalah interaksi antara status gizi, toksisitas mikrobiologis dan kimiawi yang saling berkaitan erat dan saling mempengaruhi. Kualitas susu memperhatikan asas Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH). Keamanan pangan susu ditentukan pada saat-saat panen, pemerahan susu, pengolahan produk menjadi bahan pangan, serta ketika melalui rantai pemasaran. Suatu konsep jaminan mutu yang khusus diterapkan untuk pangan dikenal dengan Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP) yaitu system pengawasan mutu industri pangan yang menjamin keamanan pangan dan mengukur bahaya atau resiko yang mungkin timbul, serta menetapkan pengawasan tertentu dalam usaha pengendalian mutu pada seluruh rantai produksi pangan (BSN, 2002).

UU Pangan No.7 Th 1996 telah ditetapkan dan kemudian di jabarkan dalam PP No. 28 Th 2004. Tiga unsur penting yang digunakan dalam pembuatan UU tersebut adalah: 1) pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, 2) pangan yang aman, bermutu, bergizi dan beragam merupakan prasyarat utama untuk kesehatan, dan 3) pangan sebagai komoditas dagang memerlukan sistem perdagangan yang jujur dan bertanggung jawab. Kesadaran terhadap mutu harus dimulai pada tahap sangat awal yaitu gagasan konsep produk setelah persyaratan-persyaratan konsumen di definisikan (Suratmono, 2005).

 

 

 

Persyaratan mutu susu berdasarkan SNI dan Direktorat Jenderal Peternakan atas nilai TPC dan cemaran mikrobiologis patogen tertera pada Tabel 1.

 

Indikator mutu susu sapi segar terkait dengan: a) mutu fisik, yaitu warna, penampakan, kesegaran, konsistensi dll, b) mutu kimia, yaitu kandungan gizi, aroma, rasa, bebas cemaran logam berat; c) mutu biologi, yaitu bebas dari kontaminasi mikroba patogen yang membahayakan kesehatan.

Tujuan peningkatan mutu susu adalah mempertahankan kesegaran dan keutuhan, serta mengurangi kerusakan pada susu melalui perlakuan dan teknologi yang bertitik tolak pada penyebab kerusakan. Indikator yang di gunakan adalah standar mutu pada proses produksi, pelayanan hasil produksi dan jasa pada tingkat biaya yang efektif dan optimum (Agriculture Canada, 1993). Jaminan mutu merupakan kegiatan yang terus menerus dilakukan agar fungsi mutu dapat dilakukan dengan baik untuk membangun kepercayaan konsumen (Juran, 1989).

Jaminan mutu didasarkan pada aspek tangibles (hal-hal yang dapat dirasakan dan diukur), reliability (keandalan), responsiveness (tanggap), assurancy (rasa aman dan percaya diri) dan emphaty (keramah tamahan) (NACMF, 1992). Menurut Ishikawa (1990) jaminan mutu merupakan suatu jaminan bahwa produk akan dibeli konsumen dengan penuh ke percayaan dan digunakan terus menerus dalam jangka waktu yang lama dengan penuh keyakinan dan kepuasan. Tiga langkah utama dalam peningkatan mutu yaitu, menetapkan standar, menilai kesesuaian atau kinerja operasi (mengukur dan membandingkan dengan standar) dan melakukan tindakan koreksi bila diperlukan.

 

2.      Pengembangan Sistem Mutu dan Keamanan Pangan Susu

 

1.      Sistem Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP)

 

Tuntutan dan kepedulian konsumen terhadap mutu dan keamanan pangan serta kesehatan, mendorong terbitnya sistem HACCP. HACCP cukup penting dalam mengantisipasi liberalisasi perdagangan, persaingan harga dan tuntutan kualitas yang semakin disadari oleh masyarakat konsumen. Pada tahun 1993, Codex menetapkan HACCP sebagai a food safety management tools (Stevenson and Bernard, 1995).

HACCP adalah suatu piranti untuk menilai suatu bahaya spesifik dan menetapkan sistem pengendalian yang di fokuskan pada pencegahan daripada pengujian produk akhir. HACCP pada industri persusuan adalah karena bahanbahan yang digunakan (baik bahan baku maupun bahan penolong) selama proses produksi memiliki peluang terjadinya pencemaran yang dapat membahayakan konsumen. Pencemaran ini dapat berupa pencemaran fisik (dari pekerja, sapi dan

lingkungan misalnya logam, kaca, pasir, bulu/rambut), kimia (bahan tambahan, fungisida, insektisida, pestisida, migrasi komponen plastik, logam beracun) maupun mikrobiologis (bakteri, fungi, protozoa, cacing, ganggang).

Sistem HACCP sesuai dengan Codex terdiri dari tujuh prinsip, yaitu: (1) mengidentifikasi semua hazard dan hazard analysis pada rantai pangan dan menentukan tindakan pencegahan, (2) menetapkan Critical Control Point (CCP), (3) menetapkan kriteria yang menunjukkan pengawasan pada CCP, (4) menetapkan prosedur untuk memonitor setiap CCP, (5) menetapkan tindakan apabila criteria yang ditetapkan untuk mengawasi CCP tidak sebagai mana mestinya, (6) verifikasi menggunakan informasi pendukung dan pengujian untuk meyakinkan bahwa HACCP dapat dilaksanakan dan (7) menetapkan cara pencatatan dan dokumentasi (Bauman, 1990).

Dalam proses produksi selalu ada tindak pengawasan dalam menjamin keamanan pangan. Ada dua tipe titik tindak pengawasan yaitu tindak yang dapat menjamin keamanan susu sapi segar (food safety) dan tindak yang hanya memperkecil kemungkinan bahaya yang timbul akibat pencemaran pada susu sapi. Food safety yang disarankan para ahli adalah secara konvensional yaitu Good Manufacturing Practices (GMP), Good Distribution Practices (GDP), pengendalian higiene, dan pengujian produk akhir. Sedangkan titik tindak untuk memperkecil bahaya yang timbul yaitu dengan sistem HACCP. HACCP bukan merupakan jaminan keamanan pangan yang zero-risk, tetapi dirancang untuk meminimumkan risiko bahaya keamanan pangan dan sebagai alat manajemen

 

2.      Analisis CCP (Critical Control Point) Proses Produksi Susu

 

Penetapan CCP melalui tahap analisis bahaya, yaitu analisis risiko peluang kejadian yang menentukan apakah prosedur tersebut memiliki bahaya signifikan atau tidak. Jenis bahaya meliputi kimia, fisika dan biologis di dalam atau kondisi dari makanan dengan potensi untuk menyebabkan dampak merugikan kesehatan. Kontaminasi kimia terjadi pada tahap produksi, sampai produk akhir. Pengaruhnya terhadap konsumen berjangka panjang (akut), misalnya bahan kimia yang dapat mencemari makanan: deterjen, pestisida, herbisida, insektisida, nitrit, nitrat, migrasi komponen plastik, residu antibiotika, aditif kimia dan logam berat beracun. Bahaya fisik, berasal dari gelas, logam, batu, ranting, kayu, hama, pasir, rumput. Bahaya biologis disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme seperti: bakteri, fungi, virus, parasit, protozoa, ganggang dan toksin.

Pada prinsipnya analisis CCP berkaitan dengan dua hal pokok yaitu: 1) bahan baku yaitu sapi hidup dan susu sapi, dan 2) tahapan proses pemerahan, sehingga proses prapanen dan pascapanen sejak pemerahan hingga pemasaran sangat menentukan mutu susu sapi.

Analisis penetapan CCP pada proses pemerahan susu sapi adalah sebagai berikut : Bahan baku, Sapi perah dan susu sapi terkontaminasi benda-benda asing dari tanah, kotoran, kuman patogen/virus dalam tubuh ternak sejak dibawa dari kandang, dan tempat pemerahan. Air terkontaminasi kuman patogen dan pembusuk, terjadi saat pencucian ambing, memandikan sapi dan tangan pekerja. Tindakan pengendaliannya: sapi harus bersih, kandang harus higienis, tangan

pekerja harus bersih, pemerahan dilakukan secara benar, dan saniter, air pencuci harus bersih. Proses pemerahan. Kontaminasi kuman patogen/virus, Penyebabnya: ambing kotor, tangan pekerja kotor, pengeluaran susu kurang sempurna, menyebabkan masih ada sisa susu tertinggal dan menyebabkan kontaminasi. Tindakan pengendaliannya: ambing harus bersih, tangan pekerja harus bersih, dan dibersihkan dengan air panas untuk menghilangkan sisa mikroba yang tertinggal. Peralatan pemerahan dan penyaringan susu: Fisik susu kotor dan terkontaminasi benda asing seperti tanah, sisa pakan/rumput, rambut, bulu dan kuku operator. Penyebabnya: alat pemerah dan penyaring kotor, wadah/ can kotor, tangan pekerja kotor. Tindakan pencegahannya: semua peralatan pemerahan dan penyaringan harus bersih termasuk tangan pekerja.

Untuk dapat memproduksi susu segar yang bermutu dan baik serta aman bagi kesehatan, diperlukan adanya penerapan sistem jaminan mutu dan system manajemen lingkungan yang mantap. maka dipandang ada tiga unsur utama yang terlibat dalam pengamanan/pengendaliannya yaitu:

1.      Sistem pengendalian yang intensif berupa pengamanan dilakukan sejak praproduksi, hingga pemasaran (preharvest food safety program). Dalam pelaksanaannya sistem pengamanan ditempuh melalui cara pengamatan (surveilance), pemantauan (monitoring) dan pemeriksaan (inspection) terhadap setiap mata rantai pengadaan susu sapi.

2.      Pengendalian infrastruktur, antara lain melalui perbaikan perangkat keras, misalnya perbaikan/ renovasi kandang sapi,

3.      Perangkat pendukung adalah UU Pangan, UU Perlindungan Konsumen, Surat Keputusan Menteri Pertanian dan Dirjen Peternakan yang berkaitan erat dengan produksi dan keamanan susu sapi. Direktorat Kesmavet telah mencanangkan program keamanan pangan produk ternak dengan membangun Siskesmavet dan Siskeswannas.

Beberapa program yang dapat diusulkan kepada pemerintah dalam pemecahan masalah keamanan pangan produk ternak khususnya susu sapi segar ditinjau dari aspek pascapanen: (1) pendidikan, penelitian, mengembangkan dan membina aplikasi ilmu dan teknologi pascapanen susu sapi, (2) menjaga ketersediaan susu sapi, (3) melaksanakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan susu sapi, (4) merencanakan dan melaksanakan program pencegahan masalah persusuan, (5) membentuk sistem pengaturan distribusi produk susu sapi yang efisien, (6) melaksanakan penyuluhan keamanan pangan susu sapi, (7) menjalin kerjasama internasional di bidang: penelitian dan pengembangan teknologi pascapanen, perdagangan, teknologi distribusi, teknologi pengelolaan pangan susu, pencegahan dan penanggulangan masalah persusuan (Wiradarya, 2005).

Untuk itu perlu dilakukan penelitian dan pengembangan oleh Litbang maupun perguruan Tinggi, secara terus menerus terhadap teknologi penanganan dan pengolahan produk susu sapi. Hasil-hasil penelitian dan pengembangan teknologi pascapanen produk ternak, khususnya penanganan dan pengolahan susu serta model sistem HACCP harus didiseminasikan dan dilakukan promosi kepada stakeholder, pelaku bisnis dan lain-lain. Teknik–teknik diseminasi yang dapat dilakukan berupa penerbitan jurnal, bulletin, leafleat, petunjuk teknis, seminar, penyuluhan, gelar teknologi dan lain sebagainya.

Penanganan dan pengolahan terpadu pada susu khususnya pada industri pengolahan susu cukup luas, tetapi faktor keamanan pangan dan masalah hieginis produk susu belum terbina dengan baik sehingga perlu adanya reorientasi dan reaktualisasi penanganan kesmavet. Untuk itu diperlukan teknologi penanganan dan pengolahan, sistem pengendalian yang intensif berupa pengamanan sejak pra-produksi, hingga pemasaran (preharvest food safety program), pengendalian infrastruktur dan penerapan UU Pangan, UU Perlindungan Konsumen dan Sk Menteri tentang produksi dan keamanan susu.

 

Drh. Khairul Rizal

 


 

Tidak ada komentar:

WRD Puskeswan Kandis gelar vaksinasi rabies

         Drh. Khairul Rizal sedang melaksanakan vaksinasi rabies pada HPR. SIAK (2019). World Rabies Day (WRD) merupakan hari rab...