Sabtu, 27 Maret 2021

Perjalanan Gun TE dari Pulau Jawa Ke Pulau Sumatera

 

Perjalanan Gun TE dari Pulau Jawa Ke Pulau Sumatera.


Delapan belas hari sudah berlalu di Jawa Barat, saatnya kembali ke bumi Lancang Kuning. Hari terakhir di Jawa Barat saya manfaatkan mengunjungi Sabahat di Bekasi. (Cerita mengenai terpilihnya menjadi peserta satu-satunya dari provinsi riau  untuk mengikuti bimbingan teknis tranfer embrio di Balai Embrio Ternak Cipelang 2019 akan diceritakan pada tulisan lainnya.) Ini saatnya saya kembali ke rutinitas biasa mengabdi untuk negeri melalui salah satu profesi yang mulia di bumi ini, profesi dokter hewan.  Menurut data dari WHO yaitu organisasi kesehatan Dunia bahwa 70% penyakit manusia berasal dari hewan atau yang dikenal dengan Zoonosis.

Dokter Hewan , kami memiliki motto "Manusya Mriga Satwa Sewaka" yang berarti mengabdi untuk kesejahteraan manusia melalui kesejahteraan hewan". Manusia akan sejahtera jikalau hewan tersebut sejahtera.  Dalam konteks kesejahteraan hewan dikenal dengan 5 prinsip kesejahteraan hewan, yaitu 1. bebas dari rasa haus dan lapar. 2. Bebas dari rasa ketidak nyamanan/ penyiksaan fisik 3. Bebas dari rasa sakit, cedera dan penyakit. 4. Bebas untuk mengekspesikan perilaku alamiah  dan 5. Bebas dari ketakutan dan rasa tertekan. Inilah yang sama-sam kita kenal dengan five freedom Animal Welfere.

Perjalanan dari Kota Bekasi  ke Bandara Halim Perdana Kusuma saya tempuh dengan menggunakan mobil online , kira-kira 60 menit perjalanan.  Seperti biasa memasuki bandara , hal pertama yang kita lakukan tentu check in dan memasukkan barang ke bagasi, bawaan saya standar saja, 1 koper dan 1 ransel. Setelah di ruang tunggu beberapa saat , tiba saatnya pesawat tujuan Bandara SSK Pekanbaru akan berangkat, segera saya menuju pesawat.

X -Ray barang bawaan adalah kewajiban yang mesti dilalui, karena ini adalah salah satu point' penting dalam industri penerbangan, keselamatan penerbangan dan penumpang di sini menjadi salah satu penentu, misal di pesawat tidak boleh ada bahan-bahan yang memiliki resiko ledak tinggi, senjata tajam, bahan-bahan seperti Alkohol , Narkotika dan lain yang telah diatur dalam undang-undang penerbangan.  Akhirnya giliran tas saya yang di X -Ray. Lampu berbunyi, menandakan ada benda asing dalam tas tersebut.

"Bapak, boleh dibuka isi tas, karena di sini dideteksi ada benda logam panjang ukurannya?". Kata petugas bandara.

Saya pun menjawab. "Baik , Pak, mungkin yang dimaksud Gun TE , mohon tinggi sebentar pak.

Bergegas saya mengeluarkan isi ransel dan menunjukkan ke pihak bandara Gun Protector , kemudian mengeluarkan isinya ada Gun Transfer Embrio (TE), dan Plastik Sheet TE.  Saya menjelaskan kepihak bandara bahwa saya Seorang Dokter Hewan (dengan menunjukkan Kartu keanggotaan PDHI/Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia), seraya menjelaskan bahwasanya Gun TE ini berfungsi Untuk Memasukkan Embrio ke dalam Uterus /Rahim Sapi betina.) Gun TE ini saya peroleh dari Balai embrio Ternak Cipelang, Bogor.

                                                                        Gun Transfer Embrio

Saya juga menjelaskan melalui GUN TE inilah Gatot Kaca (Nama dari sapi Belgian Blue) berhasil di lahirkan oleh induk sapi di BET Cipelang. Nah , saya menambahkan Insya Allah alat ini tidak membahayakan , ini alat medis yang digunakan untuk untuk kemanjuan peternakan di Indonesia. Setelah mendengar penjelasan saya akhirnya petugas mengerti, Gun TE berhasil masuk cabin pesawat.

Transfer Embrio ini merupakan salah satu dari kemajuan teknologi reproduksi ternak, generasi pertamanya Inseminasi Buatan yang sudah sangat populer di Nusantara ini.  Transfer Embrio adalah usaha memasukkan Embrio kedalam uterus hewan. Transfer embrio memiliki banyak keunggulan diantaranya adalah mendapatkan Galur murni 100%, dan dengan demikian kita akan mendapatkan bibit unggul dalam waktu yang singkat. Transfer embrio ini harus dilakukan oleh seorang Dokter Hewan/Vet atau seseorang yang telah mendapatkan sertifikat/keahlian dari instansi/ lembaga yang berwenang yang di akui Nasional (Kementerian Pertanian), dan di bawah pengawasan Dokter Hewan.

Pukul 22.20 WIB. Pesawat mendarat dengan sempurna di SSK Airport Pekanbaru, setelah dua jam penerbangan, Syukur kepada Allah , atas kuasa Nya , Perjalanan lancar dan bisa berkumpul kembali dengan keluarga dan melanjutkan pengabdian untuk kesejahteraan manusia , melalui profesi dokter hewan.

Sekian.

Januari 2019

Drh. Khairul Rizal..

Dinas Perikanan dan Peternakan Kab. Siak. Riau

Jumat, 26 Maret 2021

Leucocytozoonosis pada unggas, dari Gejalanya sampaPencegahannya

 

Leucocytozoonosis pada unggas, dari Gejalanya sampai Pencegahannya


Leukositozoonosis merupakan penyakit protozoa yang menyerang darah ternak unggas, yang disebabkan oleh parasit Leucocytozoon sp. (Levine, 1985). Spesies Leucocytozoon yang menyerang ayam di Indonesia teridentifikasi Leucocytozoon caulleryi dan L.sabrazesi (Soekardono, 1983; Soekardono dan Partosoedjono, 1986). L. caulleryi disebarkan oleh vektor Culicoides arakawae (Soekardono, 1987). Kejadian Leucocytozoonosis cenderung bersifat musiman yang berhubungan erat dengan peningkatan populasi vektor serangga, terutama pada pergantian musim hujan ke musim kemarau atau sebaliknya (Tabbu, 2002).

Penyakit ini menimbulkan kerugian yang sangat tinggi, pada unggas muda menyebabkan kematian yang tiba-tiba. Unggas dewasa juga bisa terinfeksi dengan menimbulkan gejala diare, lemah, penurunan produksi, penurunan daya tetas telur, bahkan bisa menimbulkan kematian.  Jenis unggas yang rentan terhadap penyakit Leucocytozoonosis adalah ayam, kalkun,angsa, itik dan burung liar .

Cara Penularan

Lalat penggigit seperti Simulium sp. dan Culicoides sp. berperan sebagai vektor atau pembawa penyakit Leucocytozoonosis. Lalat hitam (Simulium sp.) biasanya berkembang biak pada air yang mengalir dan mencari makan pada siang hari, sedangkan serangga penggigit bersayap dua (Culicoides sp.) berkembang biak di dalam lumpur atau kotoran ayam dan menggigit pada malam hari. Lalat hitam (Simulium sp.) dan serangga penggigit bersayap dua (Culicoides sp.) bertindak sebagai reservoir penyakit tersebut selama suatu musim atau periode tertentu (Tabbu, 2002).

Gejala Klinis

Gejala yang terlihat umumnya adalah penurunan nafsu makan, haus, depresi, bulu kusut dan pucat. Ayam kehilangan keseimbangan, lemah, pernapasan cepat dan anemia. Kejadian penyakit berlangsung cepat. Ayam dapat mati atau sembuh dengan sendirinya. Angka kematian dapat mencapai 10-80% (Akoso, 1998). Leucocytozoonosis yang menyerang pada ayam yang sedang dalam pertumbuhan pada umumnya bersifat subklinik, sedangkan pada ayam yang sedang produksi akan menurunkan produksi telur secara drastis, dan membutuhkan waktu sekitar dua bulan untuk kembali ke tingkat produksi yang normal (Tabbu, 2000).

Dianogsa

Dianogsa penyakit dapat dilakukan dikukuhkan dengan menemukan gametosit parasit ini pada preparat ulas darah yang diwarnai dengan giemsa atau wright, tanda-tanda klinis atau perubahan-perubahanpasca mati dan mikroskopis (Ressang,  1983).

 Gambaran Leukositozoon pada preparat ulas darah dengan pewarnaan Giemsa. Sampel merupakan darah ayam broiler umur 25 hari yang memiliki gejala Leukositozoonosis . Dokumentasi penulis semasa koasistensi Dokter hewan, ketika melakukan investigasi kematian ayam broiler di Aceh Besar.

                                      Dokumentasi Penulis. Drh. Khairul Rizal


Gambaran Skizon pada preparat histopatologi paru-paru.  Sampel merupakan darah ayam broiler umur 25 hari yang memiliki gejala Leukositozoonosis . Dokumentasi penulis semasa koasistensi Dokter hewan, ketika melakukan investigasi kematian ayam broiler di Aceh Besar..

Selain skizon yang pada paru-paru , penulis pada investigasi tersebut juga membuat preparat organ timus, dan prankreas dan pada organ tersebut juga ditemukan skizon dan megaloskizon, namun penulis tidak mempublikasi pada artikel ini. 

Pencegahan

Tindakan dalam pencegahan Leucocytozoonosis yang dianggap paling efektif adalah menekan atau mengeliminasi vektor biologis (insekta) yaitu lalat Culicoides sp. dan Simulium sp. Mengurangi larva serangga dapat dilakukan dengan spraying di sekitar kandang menggunakan insektisida. Genangan air dan semak belukar atau rumput dan tanaman yang tidak berguna disekitar kandang juga perlu dihindari, karena dapat menjadi tempat berkembangbiaknya serangga (Purwanto dkk, 2010). Peternak diharapkan melakukan program kebersihan dan sanitasi kandang dengan rutin. Ventilasi kandang harus diperhatikan dengan baik. Penyemprotan kandangan dan lingkungan kandanng dengan menggunakan bahan insektisida sangat dianjurkan 3 minggu sekali.  Hewan yang sakit segera dipisahkan dengan hewan yang sehat.

 

Drh. Khairul Rizal

Medik Veteriner 

Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Siak Riau.

Petugas Kesehatan Hewan Kecamatan Sungai Mandau.

Veterinary Content Creator.

*dilarang mengambil foto pada artikel ini , tanpa seizin dari penulis.

 

Bahan Bacaan

Bahan Bacaan

Akoso, B. T. 1998. Kesehatan Unggas. Kanisius, Yogyakarta

Levine ND. 1995. Protozoology Veterinary. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press

Purwanto, Budi.,dkk. 2009. Leucocytozoonosis, dari Gejalanya sampai Penanganannya . Tersedia : http://www.majalahinfovet.com/2009/01/leucocytozoonosis-dari-gejalanyasampai.html.

Ressang,  1983. Patologi Khusus Veteriner. Denpassar

Soekardono S. 1983. Spesies Culicoides di Jawa Barat dan Hubungannya dengan Leukositozoonosis Ayam. Kumpulan Makalah Seminar Parasitologi Nasional II. Jakarta. Soekardono S. 1987. Culicoides (Diptera: Ceratopogonidae) di Sekitar Ayam dalam Kandang di Jawa Timur. Majalah Parasitologi Indonesia. 1 (2) : 35-41

Soekardono S, Partosoedjono S. (1986). Parasitparasit Ayam. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama

Tabbu, C.R. 2002. Penyakit Ayam dan Penaggulangannya – vol. 2. Yogyakarta : Kanisius

 


Kamis, 25 Maret 2021

Diare pada Pedet dan Penangannya

  Diare pada Pedet dan Penangannya

Pedet merupakan sapi yang masih berumur 1-8 bulan. Pada rentangan umur tersebut, pedet mulai memasuki fase percepatan pertumbuhan, dimana pada fase ini sapi akan tumbuh dengan maksimal apabila didukung oleh pakan yang baik dan sesuai kebutuhan, lingkungan yang mendukung serta manajemen pemeliharaan yang baik (Tazkia, 2008).

Penanganan yang tepat pada pedet maupun sapi muda akan menghasilkan sapi potong berkualitas baik pada ternak jantan maupun betina (Efendy dkk., 2013). Penanganan pedet mulai dari lahir sangat diperlukan agar nantinya bisa mendapatkan sapi yang mempunyai produktivitas tinggi untuk menggantikan sapi yang sudah tidak berproduksi lagi (Syarief dan Sumoprastowo, 1985).

Penanganan kesehatan perlu diperhatikan dengan baik, mengingat angka kematian pedet yang cukup tinggi pada empat bulan pertama setelah pedet lahir. Di daerah tropis, rata – rata persentase kematian pedet dibawah umur tiga bulan mencapai 20% bahkan bisa mencapai 50% (Reksohadiprojo, 1984).

2.2. Diare pada Pedet

Diare pada pedet merupakan gejala penyakit yang dapat mempengaruhi peningkatan kuantitas dan kualitas ternak, peningkatan jaminan keamanan pangan hewani yang aman, sehat,utuh dan halal. Angka kesakitan dan kematian pada anak sapi potong maupun sapi perah sangat beragam tergantung pada faktor penyebabnya.Diare menjadi salah satu masalah utama yang mengancam peternak karena sering menyerang pedet berumur kurang dari 14 hari (Wudu dkk., 2008). Anak sapi penderita diare akan mengalami mengalami kekurangan cairan yang mengandung garam mineral atau elektrolit sehingga terjadi dehidrasi dan asidosis yang dapat menyebabkan kematian. Kerugian ekonomi yang dirasakan oleh peternak akibat biaya obat dan tenaga pengobatan, kematian dan gangguan pertumbuhan pada anak sapi yang masih bertahan hidup (Anderson dkk., 2003).

Faktor Penyebab Diare

Diare pada umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, dan protozoa. Bakteri yang paling banyak menyebabkan diare adalah Escherichia coli (E. coli).Menurut Anderson dkk., 2003, kerugian ekonomi yang dirasakan oleh peternak akibat biaya obat dan tenaga pengobatan, kematian dan gangguan pertumbuhan pada anak sapi yang masih bertahan hidup.

                         http://bbalitvet.litbang.pertanian.go.id/takesi-web/main/penyakit_indukan

            Banyak faktor penyebab diare pada pedet antara lain gangguan metabolik, penyakit yang disebabkan oleh nutrisi (Payne, 1989), agen penyakit infeksius maupun non-infeksius (Ralston dkk., 2003). Beberapa agen patogen penyebab diare yang banyak ditemukan adalah bakteri: enterotoksigenik Escherichia coli (Nagy dan Fekete, 2005), Salmonella enterica (Berge dkk., 2006), Clostridium perfringens (Quinn dkk., 2002), virus: Rotavirus dan Coronavirus (Aich dkk., 2007; Ghosh dkk., 2007), protozoa: Cryptosporidiumparvum (Castro Hermida dkk., 2002). Diare biasanya disebabkan oleh jasad renik (Escheria Coli) yang secara umum ditemukan pada sapi dan manusia ( Wacana, 1991).

 

Tindakan Pencegahan diare

Kemampuan menekan angka mortalitas ternak dapat dilakukan melalui manajemen penanganan penyakit, yaitu suatu tindakan berupa pencegahan, pengendalian dan pemberantasan. Tindakan pencegahan dilakukan dengan cara mencegah masuknya bibit penyakit dengan menjaga kebersihan kandang dan memperhatikan manajemen pemberian pakan yang baik. Tindakan pengendalian dilakukan dengan menekan kejadian penyakit serendah-rendahnya sehingga tidak menimbulkan dampak kerugian ekonomi yang lebih besar, dan tindakan pemberantasan dilakukan dengan upaya untuk menghilangkan agen penyebab penyakit (Putra, 2006).

Pengobatan Diare Pedet

        Pengobatan diare pedet didasarkan pada causalis atau faktor penyebab daire  tersebut. Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mengetahui penyebab dari diare. Diare yang disebabkan oleh bakteri maka diberikan antibakteri atau antibiotik, diare yang disebabkan oleh protozoa maka diberikan antiprotoza, begitu pula bila disebabkan oleh cacing maka diberikan anticacing atau anthelmintik. Peternak tidak disarankan memberikan obat-obatan tanpa rekomendasi dari dokter hewan. Diare pada pedet juga bisa disebabkan oleh rumput  atau hijauan yang terlalu muda, maka perlu diperhatikan dengan baik hijauan yang akan diberikan ke pedet. 


Drh. Khairul Rizal


Rabu, 24 Maret 2021

Tuberculosis Sapi ( Bovine Tuberculosis)

 

Tuberculosis Sapi ( Bovine Tuberculosis)

Mycobacterium bovis penyebab BTB adalah anggota dari Mycobacterium tuberculosis kompleks. Kelompok yang juga termasuk didalamnya ialah : Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium africanum dan Mycobacterium microti. Mycobacterium bovis merupakan agen penyebab tuberkulosis pada sapi sedangkan Mycobacterium tuberculosis pada manusia (Qamar dan Azhar, 2013).


Kejadian Mycobacterium bovis penyebab tuberkulosis sapi di Indonesia dilaporkan pertama kali menyerang sapi perah di Semarang (Jawa Tengah) oleh Penning pada tahun 1906, yang pada saat itu dilakukan uji tuberkulinasi terhadap 303 ekor sapi perah dan hasilnya ditemukan 3 sapi (0,9%) yang bereaksi positif (reaktor) terhadap tuberkulosis (Tarmudji dan Supar, 2008).

Sapi merupakan inang sejati Mycobacterium bovis. Selain sapi, ternak kambing dan babi juga rentan terhadap serangan tuberkulosis. Sedangkan sejumlah hewan lain seperti kerbau, onta, rusa, kuda, bison dan berbagai satwa liar baik yang hidup di alam bebas maupun yang hidup terkurung di kebun binatang maupun hewan peliharaan seperti anjing dan kucing, semuanya dapat terserang tuberkulosis. Diperkirakan bahwa kerugian ekonomi akibat tuberkulosis adalah kehilangan 10-25% dari efisiensi produksi di luar kematian hewan (OIE, 2009).

Cara Penularan

Penularan tuberkulosis sapi yang paling umum ada 2 cara yaitu

1.      Penularan melalui saluran pernafasan (per Inhalasi ), dengan terhisapnya M.bovis yang ditularkan bersama udara ketika penderita bernafas yang kemudian mencemari udara dalam kandang (droplet infection ),oleh hewan sehat yang berada di dekatnya.

2.      Penularan melalui saluran cerna (per Indigesti), dengan termakannya  M.bovisyang terdapat pada pakan dan air minum tercemar oleh hewan sehat yang ada disekitar hewan tertular. (Manual Penyakit Mamalia ISIKHNAS )

 

Tuberkulosis sapi yang merupakan penyakit zoonosis . Zoonosis merupakan penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Maka, diharapkan masyarakat dapat melakukan upayaa pencegahan menularnya penyakit ini ke manusia dengan cara berikut ini.

1.      Menghindari kontak lanngsung dengan hewan tertular

2.      Masak daging sapi yang akan dikonsumsi dengan matang

3.      Hanya konsumsi susu hewan yang telah dipasturisasi atau di steril atau dipanaskan atau olahan susu

4.      Apabila ada ternak yang sakit jangan dilakukan pengobatan sendiri , segera hubung dokter hewan terdekat.

Mycobacterium bovis bisa menyebabkan penyakit TB pada manusia yang dapat menyerang paru-paru, lymph nodes dan bagian tubuh lainnya. Tidak semua orang yang terinfeksi Mycobacterium bovis menjadi sakit. Orang yang terinfeksi tetapi tidak sakit disebut Infeksi TB laten. Orang yang menderita infeksi TB laten tidak merasa sakit, tidak memiliki gejala apapun dan tidak dapat menyebar TB kepada orang lain (CDC, 2011)

 

Drh. Khairul Rizal

 


Selasa, 23 Maret 2021

Peran Adjuvan dalam Vaksin

 

 Peran Adjuvan dalam Vaksin


             Kata adjuvan berasal dari kata adiuvare Latin; yang berarti untuk membantu atau bantuan, mengacu pada setiap materi yang meningkatkan seluler atau respon humoral terhadap antigen. Adjuvan adalah suatu bahan yang timbahkan ke vaksin untuk merangsang pembentukan imun tubuh. Adjuvan terdiri dari berbagai kelompok molekul ditentukan atau lebih formulasi komplek dan telah digunakan sejak awal abad 20 untuk membantu meningkatkan respon ini. Kebutuhan bahan pembantu timbul karena banyak vaksin menghasilkan respon imunologi yang rendah (Tizard, 1988).

Adjuvan digunakan untuk meningkatkan respon imun terhadap vaksin. formulasi dengan adjuvan dapat mengakibatkan onset awal imunitas, keseluruhan kekebalan yang lebih kuat respon, jenis tertentu dari kekebalan, atau durasi yang lebih lama dari kekebalan terhadap vaksin. Adjuvan dapat memiliki berbagai efek pada hasil vaksinasi (Gerdts, 2015).

Dalam berbagai keadaan, seperti vaksinasi dianggap perlu untuk meningkatkan reaksi kebal. Bahan yang dapat melakukan hal itu disebut adjuvan. Pelbagai macam senyawa telah digunakan sebagai adjuvan.  Memperlambat derajat penyingkiran antigen mungkin saja dengan cara pertama-tama mencampurkannya dengan antigen tidak larut sehingga terbentuk “depo”. Contoh adjuvant pembentuk depo termasuk garam aluminium yang tidak larut seperti aluminium hidroksida, aluminium fosfat, aluminium kalium sulfat(alum). Bila antigen dicampur dengan salah satu garam ini disuntikkan pada hewan, granuloma yang kaya akn makrofag akan terbentuk dalam jaringan. Antigen yang berada di dalam granuloma ini perlahan-lahan bocor keluar ke dalam tubuh dan dengan demikian akan menyediakan rangsangan antigenik yang lama. Antigen yang biasanya bertahan hanya untuk beberapa hari dapat dipertahankan dalam tubuh beberapa minggu dengan cara tehnik ini. Adjuvan ini hanya mempengaruhi tanggap kebal primer dan sedikit pengaruhnya terhada tanggap kebal sekunder (Tizard, 1988).

https://www.kompasiana.com/dodisafari/604cc3c5d541df364658e354/peran-adjuvan-dalam-vaksin?page=all

Adjuvan lain yang sama cara kerjanya adalah berilium sulfat, yang juga membentuk granuloma lokal dan merangsang pembentukan antibodi.  Cara lain untuk membentuk depo ialah dengan menggabungkan antigen dalam emulsi air dalam minyak. Kehadiran minyak mendorong granuloma disekitar tempt suntikan sehingga antigen dilepaskan perlahan-lahan dari fase air dalam emulsi. Bila mikobakteri yang telah mati digabungkan kedalam emulsi air dalam minyak, campuran ini dikenal dengan adjuvant Freund lengkap (AFL), suatu adjuvant yang sangat kuat.  Adjuvan Freund lengkap terbaik diberikan subkutan atau intradermal, dan peningkatan yang optimal diperoleh bila dosis antigen relative rendah. Zat terebut bertindak khusus untuk merangsang fungsi sel T dan karena itu hanya meningkatkan reaksi terhadap antigen tergantung timus. AFL meningkatkan produksi IgG melebihi IgM. AFL juga merangsang aktivitas makrofag, meningkatkan fagositosis, dan aktivitas sitotoksin (Tizard, 1988).

Pada dunia kedokteran veteriner,  adjuvan biasanya diperlukan untuk memperkuat imunogenitas vaksin mati atau toxoid. Satu pengecualian dari ini adalah penggunaan saponin dalam anthrax, yang diperlukan untuk merubah keadaan di tempat penyuntikan sedemikian sehingga spora anthrax dapat bertunas.Saponin adjuvant juga digunakan sebagai adjuvant untuk penyakit mulut dan kuku. Adjuvan dengan bahan baku minyak biasanya tidak cocok digunakan pada hewan yang diperuntukkan untuk konsumsi manusia , karena minyak dapat merembes ke bidang fasial dan merusak daging. Adjuvan Freund lengkap sangat tidak dapat diterima pada hewan pangan, tidak saja karena minyak mineral, tetapi juga mikobakteri di dalam adjuvant akan mengakibatkan hewan tuerkulinpositif, atau suatu kemunduran kritis di suatu daerah di mana tuberkulosis sudah terkontrol. Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa adjuvan Freund lengkap dapat bersifat karsinogenik.  Sebegitu jauh adjuvant yang digunakan dalam vaksin komersial  veteriner adalah yang memakai gel mineral seperti aluminium hidroksida, aluminium fosfa, atau aluminium kalium fosfat. Aluminium ini dihasilkan dalam bentuk suspense koloid yang ke dalamnya terserap antigen. Adjuvan ini mantap dalam penyimpanan, adjuvant ini tidak merembes atau membuat sebagian karkas tidak cocok untuk konsumsi. Adjuvan jenis ini dinggap paling cocok untuk hewan saat ini. Adjuvan yang berisi air tawas atau air dalam minyak , bekerja dengan jalan membentuk depo air berisi antigen yang tidak larut. Adalah biasanya bagi bahan asing ini merangsang pembentukan jaringan granulasi. Sel penghasil antibody bisaberkembang dalam jaringan granulasi ini dan dapat memberikan sumbangan yang berarti dalam produksi antibodi (Tizard, 1988).

 

Tabel 1. Beberapa contoh adjuvan yang digunakan dalam kedokteran veteriner

Adjuvan

Vaksin

Aluminium hidroksida

Leptospira

 

Campylobacter

 

Pasterurella

 

Erysipelas

 

Clostridia

 

Anaplasma

Aluminium fosfat

Fusobacterium

Air dalam minyak

Penyakit mulut dan kuku Brusella 45/20

Saponin

Penyakit mulut dan kuku Anthrax

DEAE dextran

Penyakit mulut dan kuku

 

   Contoh jenis adjuvant untuk vaksin hewan

          Berbagai macam adjuvant telah berhasil digunakan dalam vaksin komersial untuk hewan dan beberapa teknologi baru sedang dalam pengembangan praklinis. Beberapa ini secara singkat dijelaskan di bawah ini

1.            Garam mineral

Adjuvant berbasis Aluminium sudah dijelaskan dalam awal 20-an oleh Glenny dkk. (Glenny dkk., 1926), dan sejak itu telah digunakan dalam berbagai macam vaksin manusia ataupun hewan. Miliaran anak-anak dan hewan telah diimunisasi dengan vaksin yang mengandung garam aluminium, sebagian besar aluminium hidroksida atau aluminium fosfat. Garam berbasis Aluminium termasuk tawas (Aluminium kalium sulfat), alhydrogel (aluminium hidroksida); Adju-Plus (aluminium fosfat) dan Imject Alum (aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida). adjuvant aluminium berbasis aman, dan diketahui menginduksi respon imun Th2, yang didominasi dimediasi oleh antibodi sehingga bermanfaat bagi ekstraseluler patogen.

2.           2. Minyak dalam air / air dalam minyak emulsi

        Minyak dalam air / air dalam minyak emulsi Emulsi seperti MF59, adjuvant Freund lengkap atau Emulsigen-D (MVP Technologies) telah digunakan untuk waktu yang lama pada hewan, terutama pada spesies ternak besar (Galliher-Beckley dkk, 2015;.. Lai dkk, 2015). Minyak dalam air dan air dalam emulsi minyak mengandung mikron berukuran minyak atau air tetesan, yang memberikan stabilitas dan penurunan viskositas. Beberapa emulsi air-minyak di tersedia secara komersial untuk digunakan hewan, termasuk adjuvan Montanide Seppic, Emulsigen-D, adjuvant Freund lengkap dan lain-lain  (Bowden dkk., 2003).

3.      Saponin

Saponin adalah kelompok glikosida umum ditemukan di tanaman. Berbagai saponin telah diuji dan dikomersialisasikan untuk digunakan pada hewan, termasuk Quil-A (InvivoGen), iscoms, iscomatrix (CSL), dan QS-21 (Cambridge Biotech Corp). Meskipun mekanisme kerja tidak sepenuhnya dipahami, ini molekul telah terbukti menjadi pemicu kuat baik sel T dan respon imun humoral

4.         Liposom dan virosomes

 Liposom pertama kali diperkenalkan lebih dari 40 tahun yang lalu dan dipromosikan sebagai adjuvant vaksin yang ampuh (Cardella dkk., 1974.  Potensi liposom sebagian besar tergantung pada ukuran, polaritas, jumlah lapisan lipid, listrik biaya, dan perakitan prosedur. Liposom telah digunakan dengan berbagai antigen dalam berbagai spesies, termasuk vaksin eksperimental dan kandidat vaksin klinis (Korsholm dkk., 2012). Virosomes terdiri partikel virus yang memiliki antigen vaksin digabungkan atau dihubungkan dan  menjadi partikulat yang membentuk diri meningkatkan penyerapan vaksin oleh antigen presenting sel (Gerdts dkk., 2013).

 

Drh. Khairul Rizal

 Medik Veteriner Kabupaten Siak Riau

 

 

 


Senin, 22 Maret 2021

Pengawasan Kesmavet Dalam Rantai Penyediaan Susu

 

Pengawasan Kesmavet Dalam

Rantai Penyediaan Susu

 

Susu adalah cairan bergizi berwarna putih yang dihasilkan oleh kelenjar susu mamalia. Susu adalah sumber gizi utama bagi bayi sebelum mereka dapat mencerna makanan padat. Susu binatang (biasanya sapi) juga diolah menjadi berbagai produk seperti mentega,yogurtes krimkejususu kental manissusu bubuk dan lain-lainnya untuk konsumsi manusia (Wikipedia, 2014).

Air susu merupakan bahan makanan yang istimewa bagi manusia karena kelezatan dan komposisinya yang ideal selain air susu mengandung semua zat yang dibutuhkan oleh tubuh, semua zat makanan yang terkandung didalam air susu dapat diserap oleh darah dan dimanfaatkan oleh tubuh. Didalam kehidupan sehari-hari, tidak semua orang meminum air susu yang belum diolah. Hal ini disebabkan karena tidak terbiasa mencium aroma susu segar (mentah), atau sama sekali tidak suka air susu dan sebagian lagi karena menganggap harga air susu mahal dibandingkan kebutuhan sehari-hari lainnya. Dengan adanya teknologi pengolahan/pengawetan bahan makanan, maka hal tersebut dapat diatasi, sehingga air susu beraroma enak dan disukai orang (Purwandini, 2012).


https://mymilk.com/milkeveryday/fun-fact/kelebihan-susu-sapi-holstein-dengan-susu-sapi-jersey

Dalam SK Dirjen Peternakan No. 17 Tahun 1983, dijelaskan definisi susu adalah susu sapi yang meliputi susu segar, susu murni, susu pasteurisasi, dan susu sterilisasi. Susu segar adalah susu murni yang tidak mengalami proses pemanasan. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat. Susu murni diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, tanpa mengurangi atau menambah sesuatu komponen atau bahan lain. Manusia mengonsumsi susu sapi dimulai sejak ribuan tahun sebelum masehi, ketika manusia mulai mendomestikasi ternak penghasil susu untuk dikonsumsi hasilnya. Daerah yang memiliki peradaban tinggi seperti Mesopotamia, Mesir, India, dan Yunani diduga sebagai daerah asal manusia pertama kali memelihara sapi perah. Hal tersebut ditunjukkan dari berbagai bukti berupa sisa-sisa pahatan gambar sapi dan adanya kepercayaan masyarakat setempat yang menganggap sapi sebagai ternak suci. Pada saat itu pula susu telah diolah menjadi berbagai produk seperti mentega dan keju (Purwandini, 2012).

Dewasa ini, susu memiliki banyak fungsi dan manfaat. Untuk umur produktif, susu membantu pertumbuhan mereka. Sementara itu, untuk orang lanjut usia, susu membantu menopang tulang agar tidak keropos. Susu secara alami mengandung nutrisi penting, seperti bermacam-macam vitaminproteinkalsiummagnesiumfosfor,dan zinc, pendapat lain menambahkan bahwa susu mengandung mineral dan lemak. Oleh karena itu, setiap orang dianjurkan minum susu. Sekarang banyak susu yang dikemas dalam bentuk yang unik. Tujuan dari ini agar orang tertarik untuk membeli dan minum susu. Ada juga susu yang berbentuk fermentasi (Wikipedia, 2014).

Pemasok susu terbesar di Indonesia berasal dari pulau Jawa, dari 95 koperasi susu di pulau Jawa, 45 berada di Jawa Timur, 25 di Jawa Tengah dan 25 di Jawa Barat dengan produksi 1-1,2 juta liter/hari. Jumlah ini akan bertambah seiring dengan kenaikan harga susu, karena adanya kesadaran para peternak dan pengusaha untuk meningkatkan jumlah sapi perah sebagai lahan bisnis yang menguntungkan. Sedangkan Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Sulawesi Selatan, Riau, Lampung, Kalimantan Selatan, Bali, dan Gorontalo merupakan beberapa daerah selain Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur yang dijadikan daerah pengembangan sentra produksi susu. “Bahkan ada beberapa daerah seperti Kerinci bekerjasama dengan Kanada dalam hal pengadaan sapi perah,” Kerinci bersedia membuka lahan sekitar 5000 hektar untuk penanaman tanaman kentang, dengan kompensasi 2 ekor sapi perah untuk setiap hektar lahan yang ditanami. Dalam hal ini, otonomi daerah diharapkan memberikan pengaruh yang baik bagi peternak dalam mengambil keputusan yang tepat bagi usaha ternaknya (Dirjen Peternakan, 2009). Pengembangan sentra produksi baru di luar Jawa, diharapkan dapat meningkatkan populasi sapi perah di Indonesia. Pelaksanaan program yang telah ditetapkan pemerintah secara konsisten, diperkirakan dapat meningkatkan produksi susu domestik hingga 40% ditahun 2010, sedangkan untuk mencukupi kebutuhan susu nasional hingga 100% diperlukan populasi sapi sekitar 4 kali dari populasi yang ada sekarang (377.772 ekor), yaitu sekitar 2 juta ekor sapi. Pengembangan sapi yang direncanakan tersebut juga dirancang untuk dapat meningkatkan konsumsi susu 50 ml/hari/kapita atau sekitar 25% dari konsumsi ideal 200 ml/hari/kapita mulai Tahun 2008 (Dirjen Peternakan, 2009).

Pada tahun 2010 populasi penduduk akan mencapai 240 juta (Pertumbuhan 1,49% /tahun), 91,2 juta diantaranya adalah generasi muda usia wajib sekolah (<19tahun), memerlukan susu idealnya 4,6 juta ton/tahun (konsumsi 1 gelas/hari). Sementara harga susu di tingkat peternak pada saat ini telah mengalami peningkatkan dari harga Rp.1.450,-/l menjadi Rp.1.600/l –Rp.1.900,-/l, bahkan di tingkat koperasi sudah mencapai harga Rp.2.700/l, rata-rata Rp. 2.300,-/l. Perbedaan harga ini tergantung dari kualitas susu yang dilihat dari kandungan TS (Total Solid) dan TPC ( Total Plate Count) / kandungan bakteri di dalam susu segar. Sebagai contoh, saat ini di Jateng TS tertinggi yang telah dicapai peternak kabupaten Semarang adalah 13,28 dan TPC antara 1,02 jt /ml sampai 5 juta /ml susu. Menurut Dinas Peternakan Jateng, harga susu segar di Jawa Tengah lebih rendah jika dibandingkan dengan harga susu segar di Jawa Timur dan Jawa Barat, (Jawa Timur dan Jawa Barat harga susu segar rata-rata Rp.2.500,- Rp.3.500,- ). Salah satu penyebab rendahnya harga susu di Jawa Tengah adalah kualitas susu yang masih rendah dan belum adanya IPS (Industri Pengolah Susu) sendiri, sehingga untuk menuju ke IPS yang terletak di Jawa Barat/ Jawa Timur membutuhkan ongkos transportasi yang cukup mahal. Untuk meningkatkan mutu dan keamanan susu segar dapat diupayakan melalui penerapan teknologi pascapanen dan penetapan CCP (Critical Control Point) pada tahap pemerahan, penanganan, pengolahan, pengemasan, penyimpanan dingin dan transportasi. Penerapan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) pada keseluruhan tahap proses produksi merupakan usaha perbaikan manajemen penanganan susu segar, bertujuan untuk meningkatkan kualitas produk pertanian dan menjamin keamanan pangan (SNI, 2002).

A.    Syarat Susu yang Baik

Saat masih berada di dalam kelenjar susu, susu dinyatakan steril. Namun, apabila sudah terkena udara, susu sudah tidak bisa dijamin kesterilannya. Adapun syarat susu yang baik meliputi banyak faktor, seperti warna, rasa, bau, berat jenis, kekentalan, titik beku, titik didih, dan tingkat keasaman. Warna susu bergantung pada beberapa faktor seperti jenis ternak dan pakannya. Warna susu normal biasanya berkisar dari putih kebiruan hingga kuning keemasan. Warna putihnya merupakan hasil dispersi cahaya dari butiran-butiran lemak, protein, dan mineral yang ada di dalam susu. Lemak dan beta karoten yang larut menciptakan warna kuning, sedangkan apabila kandungan lemak dalam susu diambil, warna biru akan muncul (Wikipedia, 2014).

Susu terasa sedikit manis dan asin (gurih) yang disebabkan adanya kandungan gula laktosa dan garam mineral di dalam susu. Rasa susu sendiri mudah sekali berubah bila terkena benda-benda tertentu, misalnya makanan ternak penghasil susu, kerja enzim dalam tubuh ternak, bahkan wadah tempat menampung susu yang dihasilkan nantinya. Bau susu umumnya sedap, namun juga sangat mudah berubah bila terkena faktor di atas. Berat jenis air susu adalah 1,028 kg/L. Penetapan berat jenis susu harus dilakukan 3 jam setelah susu diperah, sebab berat jenis ini dapat berubah, dipengaruhi oleh perubahan kondisi lemak susu ataupun karena gas di dalam susu. Viskositas susu biasanya berkisar antara 1,5 sampai 2 cP, yang dipengaruhi oleh bahan padat susu, lemak, serta temperatur susu (Wikipedia, 2014).

Titik beku susu di Indonesia adalah -0,520 °C, sedangkan titik didihnya adalah 100,16 °C. Titik didih dan titik beku ini akan mengalami perubahan apabila dilakukan pemalsuan susu dengan penambahan air yang terlalu banyak karena titik didih dan titik beku air yang berbeda. Susu segar mempunyai sifat amfoter, artinya dapat berada di antara sifat asam dan sifat basa. Secara alami pH susu segar berkisar 6,5–6,7. Bila pH susu lebih rendah dari 6,5, berarti terdapat kolostrum ataupun aktivitas bakteri (Wikipedia, 2014)

 

B.     Kondisi, Masalah dan Arah Pengembangan Mutu dan Keamanan Susu Segar

 

1.      Kondisi dan Masalah Susu Segar

 

Tujuan peningkatan mutu susu adalah mempertahankan kesegaran dan keutuhan, serta mengurangi kerusakan susu melalui perlakuan dan teknologi yang bertitik tolak pada penyebab kerusakan. Indikator yang digunakan adalah standar mutu pada proses produksi, pelayanan hasil produksi dan jasa pada tingkat biaya yang efektif dan optimum (Agriculture Canada, 1993). Menurut Buckle et al. (1987), kerusakan susu akibat aktivitas mikroorganisme antara lain: (1) pengasaman dan penggumpalan karena fermentasi laktosa menjadi asam laktat yang menyebabkan turunnya pH dan terjadinya penggumpalan kasein; (2) berlendir seperti tali karena terjadinya pengentalan dan pembentukan lendir akibat pengeluaran bahan seperti kapsul dan bergetah oleh beberapa jenis bakteri; dan (3) penggumpalan susu yang timbul tanpa penurunan pH disebabkan oleh Bacillus cereus yang menghasilkan enzim yang mencerna lapisan tipis fosfolipid di sekitar butir-butir itu menyatu membentuk suatu gumpalan yang timbul ke permukaan susu (Handerson, 1981).

Susu mengandung bermacam-macam unsur dan zat makanan yang juga diperlukan bagi pertumbuhan bakteri. Susu dalam ambing ternak yang sehat tak bebas hama dan mungkin mengandung sampai 500 sel/ml. Jika ambing tersebut sakit maka jumlahnya dapat meningkat lebih besar dari 20.000 sel/ml. Selain mikroorganisme yang biasanya ada dalam susu dan ambing ada juga pencemaran yang ada dalam wadah saat pemerahan. Jenis-jenis micrococcus dan Corybacterium sering terdapat dalam susu yang baru diperah. Pencemaran juga timbul dari sapi, alat pemerahan yang kurang bersih dan tempat-tempat penyimpanan (Sri Usmiati dan Abubakar, 2007). Setelah susu diperah, kandungan mikro organisme pada susu merupakan fungsi dari umur susu yang menentukan tingkat perkembangan flora alam, penanganan susu yang menentukan jenis mikroorganisme yang terbawa dan suhu penyimpanan yang menentukan kecepatan perkembangbiakan semua jenis mikroorganisme.

Sebagian besar susu dihasilkan dari peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan beberapa ekor sampai belasan ekor, dengan modal yang rendah mengakibatkan kandang, peralatan pemerahan, ketersediaan air sangat terbatas mengakibatkan rendahnya mutu susu yang dihasilkan terutama TPC tinggi sehingga test alkohol positif (Abubakar, 2009). Hal ini yang memicu susu dibuang karena penolakan susu oleh IPS. Konsumsi susu segar paling besar adalah IPS, sehingga persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh IPS harus yang di sepakati antara peternak melalui koperasi dan IPS. Adanya sikap ”dengan cara sederhana dan seadanya seperti yang dilakukan setiap hari saja susu yang dihasilkan dibeli oleh koperasi (laku dijual)”, anggapan salah tersebut perlu diubah, diperbaiki dan disadarkan kembali mengenai makna keamanan pangan yang akan berimbas terhadap peningkatan pendapatan peternak (bonus harga atas mutu dan keamanan susu yang baik).

 

1.             Arah Pengembangan Keamanan pangan dan Standar Mutu Susu

Dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan selain memperhatikan kuantitas, kualitas susu perlu mendapat perhatian termasuk faktor keamanan produk yang bersangkutan, antara lain bebas dari cemaran kimia, fisik dan mikrobiologis. Keamanan pangan susu adalah interaksi antara status gizi, toksisitas mikrobiologis dan kimiawi yang saling berkaitan erat dan saling mempengaruhi. Kualitas susu memperhatikan asas Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH). Keamanan pangan susu ditentukan pada saat-saat panen, pemerahan susu, pengolahan produk menjadi bahan pangan, serta ketika melalui rantai pemasaran. Suatu konsep jaminan mutu yang khusus diterapkan untuk pangan dikenal dengan Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP) yaitu system pengawasan mutu industri pangan yang menjamin keamanan pangan dan mengukur bahaya atau resiko yang mungkin timbul, serta menetapkan pengawasan tertentu dalam usaha pengendalian mutu pada seluruh rantai produksi pangan (BSN, 2002).

UU Pangan No.7 Th 1996 telah ditetapkan dan kemudian di jabarkan dalam PP No. 28 Th 2004. Tiga unsur penting yang digunakan dalam pembuatan UU tersebut adalah: 1) pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, 2) pangan yang aman, bermutu, bergizi dan beragam merupakan prasyarat utama untuk kesehatan, dan 3) pangan sebagai komoditas dagang memerlukan sistem perdagangan yang jujur dan bertanggung jawab. Kesadaran terhadap mutu harus dimulai pada tahap sangat awal yaitu gagasan konsep produk setelah persyaratan-persyaratan konsumen di definisikan (Suratmono, 2005).

 

 

 

Persyaratan mutu susu berdasarkan SNI dan Direktorat Jenderal Peternakan atas nilai TPC dan cemaran mikrobiologis patogen tertera pada Tabel 1.

 

Indikator mutu susu sapi segar terkait dengan: a) mutu fisik, yaitu warna, penampakan, kesegaran, konsistensi dll, b) mutu kimia, yaitu kandungan gizi, aroma, rasa, bebas cemaran logam berat; c) mutu biologi, yaitu bebas dari kontaminasi mikroba patogen yang membahayakan kesehatan.

Tujuan peningkatan mutu susu adalah mempertahankan kesegaran dan keutuhan, serta mengurangi kerusakan pada susu melalui perlakuan dan teknologi yang bertitik tolak pada penyebab kerusakan. Indikator yang di gunakan adalah standar mutu pada proses produksi, pelayanan hasil produksi dan jasa pada tingkat biaya yang efektif dan optimum (Agriculture Canada, 1993). Jaminan mutu merupakan kegiatan yang terus menerus dilakukan agar fungsi mutu dapat dilakukan dengan baik untuk membangun kepercayaan konsumen (Juran, 1989).

Jaminan mutu didasarkan pada aspek tangibles (hal-hal yang dapat dirasakan dan diukur), reliability (keandalan), responsiveness (tanggap), assurancy (rasa aman dan percaya diri) dan emphaty (keramah tamahan) (NACMF, 1992). Menurut Ishikawa (1990) jaminan mutu merupakan suatu jaminan bahwa produk akan dibeli konsumen dengan penuh ke percayaan dan digunakan terus menerus dalam jangka waktu yang lama dengan penuh keyakinan dan kepuasan. Tiga langkah utama dalam peningkatan mutu yaitu, menetapkan standar, menilai kesesuaian atau kinerja operasi (mengukur dan membandingkan dengan standar) dan melakukan tindakan koreksi bila diperlukan.

 

2.      Pengembangan Sistem Mutu dan Keamanan Pangan Susu

 

1.      Sistem Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP)

 

Tuntutan dan kepedulian konsumen terhadap mutu dan keamanan pangan serta kesehatan, mendorong terbitnya sistem HACCP. HACCP cukup penting dalam mengantisipasi liberalisasi perdagangan, persaingan harga dan tuntutan kualitas yang semakin disadari oleh masyarakat konsumen. Pada tahun 1993, Codex menetapkan HACCP sebagai a food safety management tools (Stevenson and Bernard, 1995).

HACCP adalah suatu piranti untuk menilai suatu bahaya spesifik dan menetapkan sistem pengendalian yang di fokuskan pada pencegahan daripada pengujian produk akhir. HACCP pada industri persusuan adalah karena bahanbahan yang digunakan (baik bahan baku maupun bahan penolong) selama proses produksi memiliki peluang terjadinya pencemaran yang dapat membahayakan konsumen. Pencemaran ini dapat berupa pencemaran fisik (dari pekerja, sapi dan

lingkungan misalnya logam, kaca, pasir, bulu/rambut), kimia (bahan tambahan, fungisida, insektisida, pestisida, migrasi komponen plastik, logam beracun) maupun mikrobiologis (bakteri, fungi, protozoa, cacing, ganggang).

Sistem HACCP sesuai dengan Codex terdiri dari tujuh prinsip, yaitu: (1) mengidentifikasi semua hazard dan hazard analysis pada rantai pangan dan menentukan tindakan pencegahan, (2) menetapkan Critical Control Point (CCP), (3) menetapkan kriteria yang menunjukkan pengawasan pada CCP, (4) menetapkan prosedur untuk memonitor setiap CCP, (5) menetapkan tindakan apabila criteria yang ditetapkan untuk mengawasi CCP tidak sebagai mana mestinya, (6) verifikasi menggunakan informasi pendukung dan pengujian untuk meyakinkan bahwa HACCP dapat dilaksanakan dan (7) menetapkan cara pencatatan dan dokumentasi (Bauman, 1990).

Dalam proses produksi selalu ada tindak pengawasan dalam menjamin keamanan pangan. Ada dua tipe titik tindak pengawasan yaitu tindak yang dapat menjamin keamanan susu sapi segar (food safety) dan tindak yang hanya memperkecil kemungkinan bahaya yang timbul akibat pencemaran pada susu sapi. Food safety yang disarankan para ahli adalah secara konvensional yaitu Good Manufacturing Practices (GMP), Good Distribution Practices (GDP), pengendalian higiene, dan pengujian produk akhir. Sedangkan titik tindak untuk memperkecil bahaya yang timbul yaitu dengan sistem HACCP. HACCP bukan merupakan jaminan keamanan pangan yang zero-risk, tetapi dirancang untuk meminimumkan risiko bahaya keamanan pangan dan sebagai alat manajemen

 

2.      Analisis CCP (Critical Control Point) Proses Produksi Susu

 

Penetapan CCP melalui tahap analisis bahaya, yaitu analisis risiko peluang kejadian yang menentukan apakah prosedur tersebut memiliki bahaya signifikan atau tidak. Jenis bahaya meliputi kimia, fisika dan biologis di dalam atau kondisi dari makanan dengan potensi untuk menyebabkan dampak merugikan kesehatan. Kontaminasi kimia terjadi pada tahap produksi, sampai produk akhir. Pengaruhnya terhadap konsumen berjangka panjang (akut), misalnya bahan kimia yang dapat mencemari makanan: deterjen, pestisida, herbisida, insektisida, nitrit, nitrat, migrasi komponen plastik, residu antibiotika, aditif kimia dan logam berat beracun. Bahaya fisik, berasal dari gelas, logam, batu, ranting, kayu, hama, pasir, rumput. Bahaya biologis disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme seperti: bakteri, fungi, virus, parasit, protozoa, ganggang dan toksin.

Pada prinsipnya analisis CCP berkaitan dengan dua hal pokok yaitu: 1) bahan baku yaitu sapi hidup dan susu sapi, dan 2) tahapan proses pemerahan, sehingga proses prapanen dan pascapanen sejak pemerahan hingga pemasaran sangat menentukan mutu susu sapi.

Analisis penetapan CCP pada proses pemerahan susu sapi adalah sebagai berikut : Bahan baku, Sapi perah dan susu sapi terkontaminasi benda-benda asing dari tanah, kotoran, kuman patogen/virus dalam tubuh ternak sejak dibawa dari kandang, dan tempat pemerahan. Air terkontaminasi kuman patogen dan pembusuk, terjadi saat pencucian ambing, memandikan sapi dan tangan pekerja. Tindakan pengendaliannya: sapi harus bersih, kandang harus higienis, tangan

pekerja harus bersih, pemerahan dilakukan secara benar, dan saniter, air pencuci harus bersih. Proses pemerahan. Kontaminasi kuman patogen/virus, Penyebabnya: ambing kotor, tangan pekerja kotor, pengeluaran susu kurang sempurna, menyebabkan masih ada sisa susu tertinggal dan menyebabkan kontaminasi. Tindakan pengendaliannya: ambing harus bersih, tangan pekerja harus bersih, dan dibersihkan dengan air panas untuk menghilangkan sisa mikroba yang tertinggal. Peralatan pemerahan dan penyaringan susu: Fisik susu kotor dan terkontaminasi benda asing seperti tanah, sisa pakan/rumput, rambut, bulu dan kuku operator. Penyebabnya: alat pemerah dan penyaring kotor, wadah/ can kotor, tangan pekerja kotor. Tindakan pencegahannya: semua peralatan pemerahan dan penyaringan harus bersih termasuk tangan pekerja.

Untuk dapat memproduksi susu segar yang bermutu dan baik serta aman bagi kesehatan, diperlukan adanya penerapan sistem jaminan mutu dan system manajemen lingkungan yang mantap. maka dipandang ada tiga unsur utama yang terlibat dalam pengamanan/pengendaliannya yaitu:

1.      Sistem pengendalian yang intensif berupa pengamanan dilakukan sejak praproduksi, hingga pemasaran (preharvest food safety program). Dalam pelaksanaannya sistem pengamanan ditempuh melalui cara pengamatan (surveilance), pemantauan (monitoring) dan pemeriksaan (inspection) terhadap setiap mata rantai pengadaan susu sapi.

2.      Pengendalian infrastruktur, antara lain melalui perbaikan perangkat keras, misalnya perbaikan/ renovasi kandang sapi,

3.      Perangkat pendukung adalah UU Pangan, UU Perlindungan Konsumen, Surat Keputusan Menteri Pertanian dan Dirjen Peternakan yang berkaitan erat dengan produksi dan keamanan susu sapi. Direktorat Kesmavet telah mencanangkan program keamanan pangan produk ternak dengan membangun Siskesmavet dan Siskeswannas.

Beberapa program yang dapat diusulkan kepada pemerintah dalam pemecahan masalah keamanan pangan produk ternak khususnya susu sapi segar ditinjau dari aspek pascapanen: (1) pendidikan, penelitian, mengembangkan dan membina aplikasi ilmu dan teknologi pascapanen susu sapi, (2) menjaga ketersediaan susu sapi, (3) melaksanakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan susu sapi, (4) merencanakan dan melaksanakan program pencegahan masalah persusuan, (5) membentuk sistem pengaturan distribusi produk susu sapi yang efisien, (6) melaksanakan penyuluhan keamanan pangan susu sapi, (7) menjalin kerjasama internasional di bidang: penelitian dan pengembangan teknologi pascapanen, perdagangan, teknologi distribusi, teknologi pengelolaan pangan susu, pencegahan dan penanggulangan masalah persusuan (Wiradarya, 2005).

Untuk itu perlu dilakukan penelitian dan pengembangan oleh Litbang maupun perguruan Tinggi, secara terus menerus terhadap teknologi penanganan dan pengolahan produk susu sapi. Hasil-hasil penelitian dan pengembangan teknologi pascapanen produk ternak, khususnya penanganan dan pengolahan susu serta model sistem HACCP harus didiseminasikan dan dilakukan promosi kepada stakeholder, pelaku bisnis dan lain-lain. Teknik–teknik diseminasi yang dapat dilakukan berupa penerbitan jurnal, bulletin, leafleat, petunjuk teknis, seminar, penyuluhan, gelar teknologi dan lain sebagainya.

Penanganan dan pengolahan terpadu pada susu khususnya pada industri pengolahan susu cukup luas, tetapi faktor keamanan pangan dan masalah hieginis produk susu belum terbina dengan baik sehingga perlu adanya reorientasi dan reaktualisasi penanganan kesmavet. Untuk itu diperlukan teknologi penanganan dan pengolahan, sistem pengendalian yang intensif berupa pengamanan sejak pra-produksi, hingga pemasaran (preharvest food safety program), pengendalian infrastruktur dan penerapan UU Pangan, UU Perlindungan Konsumen dan Sk Menteri tentang produksi dan keamanan susu.

 

Drh. Khairul Rizal

 


 

WRD Puskeswan Kandis gelar vaksinasi rabies

         Drh. Khairul Rizal sedang melaksanakan vaksinasi rabies pada HPR. SIAK (2019). World Rabies Day (WRD) merupakan hari rab...