Piometra Pada Sapi dan Pencegahannya
Involusi uteri adalah kembalinya ukuran dan fungsi uterus dalam kondisi normal seperti sebelum mengalami keuntingan (Hafez, 2000). Hajurka dkk., (2005) melaporkan bahwa secara normal waktu involusi uterus adalah 30-40 hari. Uterus yang normal harus berada dalam keadaan yang steril dan mampu membersihkan dirinya sendiri dari infeksi yang temporer secara efisien. Pada periode pascapartus, uterus sapi biasanya dicemari dengan bermacam-macam organisme. Secara alami, lingkungan uterus postpartum pada kebanyakan mamalia kembali steril setelah 25 hari (Anonimus, 2008).
Adanya kontaminasi
menyebabkan terjadinya penyakit pada uterus (Bonnett dkk. 1991) Salah satu
gangguan reproduksi karena patologis uterus adalah piometra. Piometra
(endometritis kronik purulen) secara umum merupakan penyakit metoestral yang
sebagian besar menyerang betina yang lebih tua, dapat disebabkan karena
kontaminasi uterus, retensio sekundinarium, atau kontaminasi selama proses
kelahiran. Penyakit kelamin menular seperti brucellosis, trichomoniasis dan
vibriosis atau kuman non spesifik seperti golongan kokus, coli, dan piogenes
dapat menyebabkan terjadinya piometra. Pada beberapa kasus, sapi dapat bunting
dan kemudian fetus mati, terjadi proses maserasi (Cuneo dkk., 2006).
Gejala pada hewan
betina penderita piometra adalah tidak munculnya birahi dalam waktu yang lama
atau anestrus, siklus birahi hilang karena adanya Corpus Luteum Persisten
(Gustafsson dkk., 2004), dan adanya leleran (discharge) yang bisa dilihat di sekitar ekor dan vulva (Cuneo dkk.,
2006).
Gambar
1. Adanya leleran (discharge) yang
keluar dari organ kelamin.
Pencegahan kasus piometra pada sapi
antara lain:
1. Lingkungan kandang yang bersih.
Ternak yang akan
melahirkan harus ditempatkan lingkungan dan kandang yang bersih. Hal ini untuk
mencegah terkontaminasi organ reproduksi saat ternak melahirkan.
2. Penanganan Post Partus sapi yang
tepat
Segera setelah sapi
melahirkan, yang ditunggu peternak berikutnya adalah plasenta keluar dengan
tepat. Normalnya plasenta keluar 8-12 jam setelah sapi melahirkan, apabila
plasenta tidak keluar maka peternak harus mengabarkan petugas kesehatan hewan
untuk melakukan penanganan, bila tidak dilakukan penanganan bisa mengakibatkan
infeksi rahim seperti piometra. Induk yang melahirkan baik melahirkan normal
dan dibantu maka perlu dilakukan treatment
postpartum atau terapi setelah melahirkan, dan tindakan ini dilakukan oleh
Dokter Hewan.
3. Deteksi dini piometra pada sapi
Piometra
pada sapi menyebabkan kerugian ekonomi bagi peternak. Perpanjangan birahi kembali setela melahirkan atau
estrus kembali postpartus, pada infeksi yang berat dan tidak mendapatkan
penanganan yang tepat dapat mengakibatkan gangguan reproduksi permanen atau
majir. Pentingnya peternak memahami tipe-tipe lendir reproduksi sangat penting,
untuk deteksi dini piometra. Dalam hal ini perlu edukasi secara menyeluruh
terkait gangguan reproduksi ternak kepada peternak. Penanganan piometra harus
dilakukan oleh Dokter Hewan atau paramedik veteriner dibawah penyeliaan Dokter
Hewan. Hal ini penting untuk memastikan piometra pada sapi benae-benar sudah
tuntas. Salah satu indikator keberhasilan penanganan piometra adalah hewan
birahi kembali dan dikawinkan dan bunting.
Penulis
Drh. Khairul Rizal
Medik Veteriner Dinas Peternakan dan Perikanan
Kab. Siak. Riau
DAFTAR
PUSTAKA
Anonimus. 2008. Metritis
and Endometritis. Merck & Co., Inc. Whitehouse Station, NJ, USA.
Bonnett, B.N., S.W. Martin, V.P. Gannon, R.B.
Miller, and W.G. Etherington. 1991. Endometrial
biopsy in Holstein–Friesian dairy cows-III. Bacteriological analysis and
correlations with histological findings. Can. J. Vet. Res. 55:168-173.
Cuneo, S.P., C.S. Card, and E.J. Bicknell. 2006. Disease of Beef Cattle Associated with
Post-calving and Breeding. Cattle Producer’s Library. London
Gustafsson, H., B. Kornmatitsuk, K. Konigsson, and
H. Kindahl. 2004. Peripartum and early
post partum in the cow- physiology and phatology. Publised in IVIS with the
permission of the WBC. www.ivis.org.
Hafez, E.S.E. 2000. Reproduction in Farm Animal. Lea and Febiger. Philadelphia
Hajurka J, Macak V, Hura V. 2005. Influenceof Health Status of Reproductive Organs onUterine Involution
in Dairy Cows. Bull Vet Inst Pulawy 49
: 53-58.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar