Selasa, 07 April 2015

SEXING SPERMATOZOA DAN EMBRIO




  
                                                                                                                    SEXING SPERMATOZOA DAN EMBRIO
1.      Sexing Spermatozoa
Teknologi sexing spermatozoa adalah proses pemisahan spermatozoa X dan Y, merupakan salah satu teknologi untuk memperoleh kelahiran pedet sesuai dengan yang diinginkan (Puslitbangnak, 2014).
Pemanfaatan sexing atau pemisahan spermatozoa X dan Y merupakan pilihan tepat untuk mendukung peran inseminasi buatan (IB) dalam rangka meningkatkan efisiensi usaha peternakan. Macam-macam metode sexing yang telah dilakukan antara lain metode sedimentasi (albumin column), sentrifugasi gradien densitas Percoll, elektroforesis, H-Y antigen, flow cytometri dan filtrasi dengan sephadex column. Metode sexing yang mudah diaplikasikan adalah separasi dengan albumin. Sexing dengan albumin putih telur didasarkan pada perbedaan motilitas antara spermatozoa X dan Y dengan membuat medium yang berbeda konsentrasinya. Sentrifugasi spermatozoa saat pencuci ketika proses sexing menyebabkan penurunan motilitas dan membran plasma utuh (Purwoistri, 2013).
Hanya ternak pejantanyang menghasilkan kromosom selspermatozoa X dan Y, yang masing-masingsel tersebut membawa strukturDNA dan informasi dalam pembeda jeniskelamin jantan maupun betina. Kromosomsel spermatozoa X akan menghasilkanbakal embrio betina sedangkan kromosomsel spermatozoa Y akan menghasilkanbakal embrio jantan, hal ini dikarenakanpada kromosom spermatozoa Y terdapatsex determining region Y (SRY) gen yangakan menentukan terbentuknya testis padaternak jantan nantinya dan sex determiningregion Y (SRY) ini tidak dimiliki oleh kromosom sel spermatozoa X (Putra, 2012).

Metode Sexing Spermatozoa:

a.       Sentrifugasi Gradien Densitas Percoll
Gradien densitas yang digunakan adalah 1,0366; 1,0412; 1,0462; 1,0517; 1,0560; 1,0611; 1,0661; 1,0720; 1,0774; 1,0814 yang diperoleh dari pengenceran percoll dengan pengencer tris aminomethan kuning telur menjadi 20%, 25%, 30%, 35%, 40%, 45%, 50%, 55%, 60%, 65%. 1 ml semen yang telah memenuhi syarat dimasukkan ke dalam tabung yang telah berisi gradien densitas percoll, kemudian di sentrifugasi dengan kecepatan 2250 rpm selama 7 menit. Hasil sentrifugasi menjadi 6 lapisan, pada lapisan teratas adalah seminal plasma yang dibuang, pada lapisan kedua mengandung spermatozoa Y, sedangkan pada lapisan bawah yang banyak mengandung spermatozoa X, hasil pemisahan dicuci dengan cara dimasukkan ke dalam pengencer Tris Aminomethan kuning telur, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit. Supernatan dibuang dan disisakan 2 ml cairan yang banyak mengandung spermatozoa (Rahmah, 2008).

b.      Metode Gradien Pemisahan dengan Albumin

Metode penelitian yang digunakanyaitu metode percobaan yang dilakukan menggunakan sexing gradiendensitas albumin putih telur denganpengencer CEP-2 (Caudal Epididymal Plasma-2) ditambah kuning telur10% dan dilakukan 2 perlakuan yangterdiri dari waktu inkubasi selama 10 menitdan 20 menit. Persentasedensitas albumin putih telur yangdigunakan dalam 3 gradien yaitu 10%,30%, 50%.Variabel yang diamati adalahkualitas dan proporsi spermatozoa X dan Ysetelah proses sexing menggunakangradien densitas albumin putih telurdengan pengencer CEP-2 ditambah kuningtelur 10% (Putra, 2012).

Kuning telur 10% yang ditambahkan dalam CEP-2 berperan menyediakan sumber energi, melindungi dan mempertahankan integritas membran spermatozoa. Kuning telur membantu mencegah hipermotilitas dan kapasitasi dini spermatozoa (Purwoistri, 2013).

Saat ini sedang dikembangkan pengencer CEP-2 (Cauda Epididymal Plasma-2) yang memiliki  komposisi biokimia sama dengan cauda epididymal plasma dari sapi. Pengencer ini dapat menjadi alternatif pilihan selain pengencer Caprogen. Berdasarkan hasil penelitian, spermatozoa yang disimpan dalam CEP-2 (tanpa penambahan gas N2 dan katalase) bergerak lebih cepat dan lebih lurus dibandingkan dengan pengencer Caprogen dan Tris. Penambahan kuning telur 10% pada pengencer CEP-2 terbukti dapat memperpanjang masa penyimpanan spermatozoa sapi pada suhu 50°C dari hari ke hari, dengan persentase motilitas sebesar 48%. Kuning telur merupakan bagian dari telur yang memiliki fungsi memberikan nutrisi bagi spermatozoa dan sudah lama dimanfaatkan sebagai salah satu komponen dalam campuran pengencer semen. Fungsi kuning telur di dalam pengencer adalah sebagai salah satu krioprotektan (pelindung dari kejutan dingin) dan sumber energi. Penambahan kuning telur pada pengencer CEP-2 mampu melindungi spermatozoa, melindungi integritas membran dan mempertahankan keutuhan ultrastruktur membran spermatozoa (Puslitbangnak, 2014).








DAFTAR PUSTAKA



Purwoistri, R.F., T. Susilawati dan S. Rahayu. 2013. Kualitas Spermatozoa Hasil Sexing Menggunakan Pengencer Andromed dan Cauda Epididymal Plasma-2 (CEP-2) ditambah Kuning Telur 10%. Jurnal FKH. Vol. 7, No. 2. Malang: Universitas Brawijaya.

Puslitbangnak. 2014. Kualitas Spermatozoa Sapi Hasil Sexing dengan Gradien Albumin (Putih Telur). http://peternakan.litbang.pertanian.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=4570:kualitas-spermatozoa-sapi-hasil-sexing-dengan-gradien-albumin-putih-telur&catid=14:info-teknologi&Itemid=23. Diakses pada tanggal 2 Desember 2014.

Putra, A.M., T. Susilawati dan N. Isnaini. 2012. Kualitas Proporsi Spermatozoa X dan Y Sapi Limousi Setelah Proses Sexing Menggunakan Gradien Densitas Albumin Putih Telur. Jurnal Peternakan. Malang: Universitas Brawijaya.

Rahmah. 2008. Perubahan Integritas Membran Spermatozoa pada Proses Sexing dengan Metode Sentrifugasi Gradien Densitas Percoll. Jurnal FMIPA. Malang: Universitas Brawijaya.

Tidak ada komentar:

WRD Puskeswan Kandis gelar vaksinasi rabies

         Drh. Khairul Rizal sedang melaksanakan vaksinasi rabies pada HPR. SIAK (2019). World Rabies Day (WRD) merupakan hari rab...